Wednesday, August 2, 2023

QS Al Jin

QS AL JIN
72 ~ AL-JINN (JIN) 

Pendahuluan: MakkiyYah, 28 ayat ~ 

Pada surat ini Allah memerintahkan Rasulullah saw. untuk menyampaikan kepada manusia wahyu Allah berupa peristiwa jin yang mendengar bacaannya, memenuhi seruannya, pemberitahuan jin tentang kelompok-kelompok mereka yang baik dan yang jahat, duduknya mereka pada masa lalu untuk mencuri pendengaran kemudian peristiwa terusirnya mereka sehingga tidak lagi bisa melakukan hal itu. Surat ini juga menjelaskan orang-orang yang teguh dalam mengikuti jalan Islam dan orang-orang yang tidak mau menerima ajarannya. Di samping itu surat ini membicarakan kemurniaan masjid dan peribadatan hanya untuk Allah, seruan Rasulullah untuk beriman kepada Allah dan penerimaan jin terhadap seruannya. Surat ini juga memberikan batasan mengenai hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh Rasulullah serta memperingati orang-orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya akan Jahannam dan kekalnya mereka di situ. Sebagai khatimah, surat ini menyebutkan bahwa pengetahuan tentang yang ghaib hanyalah milik Allah, bahwa Dia akan memberitahukan hal itu kepada hamba-hamba yang dipilih-Nya untuk menjadi Rasul, dan bahwa wahyu itu dijaga oleh para malaikat sehingga dapat disampaikan kepada manusia dengan sempurna. Hal itu juga diberitahukan kepada rasul-Nya.

Friday, July 28, 2023

AL-GHASYIYAH (HARI PEMBALASAN)


 88 ~ AL-GHASYIYAH (HARI PEMBALASAN)

Pendahuluan: Makkiyyah, 26 ayat ~ Surat ini diawali dengan gaya bahasa yang memancing kita untuk mengetahui peristiwa apa yang akan terjadi di hari kiamat. Disebutkan, misalnya, bahwa manusia pada hari itu terbagi menjadi dua golongan. Pertama, mereka yang tidak menyambut kedatangan hari itu dengan penghormatan, kemudian mereka masuk ke dalam neraka jahanam yang sangat panas. Dan, kedua, mereka yang menyambut hari itu dengan rasa gembira dengan rahmat dan perkenan Tuhan yang disediakan untuk mereka. Kemudian pembicaraan diarahkan kepada pemaparan bukti-bukti yang jelas akan kekuasaan Allah untuk membangkitkan kembali manusia, yang diambil dari hal-hal yang mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri dan mereka ambil manfaatnya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Setelah menyebutkan bukti-bukti ini, surat ini beralih memerintah Rasulullah untuk memberi peringatan, karena hal itu merupakan misi utamanya. Perintah kepada Rasulullah untuk memberi peringatan ini disertai dengan keterangan bahwa dirinya tidak mempunyai kekuasaan apa-apa sehingga dapat memaksa mereka untuk beriman. Diikuti pula dengan keterangan bahwa orang yang menolak untuk beriman dan tetap bersikap kafir setelah peringatan ini pasti akan mendapat balasan dan siksaan yang amat besar dari Allah saat ia kembali kepada-Nya kelak setelah ia mati. Sebab, mereka semua akan kembali kepada-Nya dan akan diperhitungkan oleh-Nya.

Wednesday, June 7, 2023

Nikah Beda Agama

Seperti biasanya, setiap hari selasa pagi penulis memberikan pengajian tafsir di Griya Quran Al Madani. Kegiatan ini rutin sepekan sekali, setidaknya untuk menyegarkan ingatan berkenaan dengan anjuran-anjuran agama.

Tema yang dibicarakan tentang pernikahan beda agama, dengan merujuk QS Al Baqarah ayat 221 di sertai tafsir Rawaiul Bayan karya Muhammad Ali Ash Shabuni, Tafsir Al Misbah karya Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al Munir karya Wahbah Zuhaili.

Dalam kajian tafsir, tiga kitab di atas setidaknya menjadi rujukan penulis untuk mentadabburi isi kandungan ayat-ayat Al-Quran yang hendak ditafsirkan.

Kembali ke kajian tafsir, QS Al Baqarah ayat 221 menguraikan tentang larangan menikahi perempuan musyrik, atau perempuan yang menyekutukan Allah swt, dan larangan menikahkan anak perempuan muslim dengan lelaki musyrik.

Kebanyakan ulama memaknai perempuan musyrik di ayat tersebut tidak termasuk wanita-wanita ahlul kitab, tetapi ada pendapat lain yang memasukkan ahlul kitab ke dalam golongan orang-orang musyrik, seperti Ibnu Umar anak kesayangan Umar bin Khatab. Adapun larangan menikahkan anak perempuan muslimah dengan lelaki musyrik mutlak termasuk di dalamnya ahlul kitab, hal itu lantaran lelaki memiliki kuasa lebih atas perempuan dalam kepemimpinan rumah tangga. Demikianlah keterangan dari penafsir Ash Shabani dalam Rawaiul Bayannya.

Selain alasan itu, memang terdapat ayat yang memasukkan ahlul kitab beserta orang-orang musyrik kedalam golongan orang-orang kafir, sehingga mereka sama-sama menjerumuskan wanita muslimah ke neraka.

Dengan demikian, hendaknya setiap keluarga muslim berhati-hati dalam mencari pasangan baik untuk dirinya dan/atau untuk anak perempuannya. Anjuran ayat di atas bahwa akidah menjadi tolak ukur yang tidak bisa ditawar dalam membangun bahtera rumah tangga hendaknya dipahami sebagai kasih sayang Allah swt untuk mengajak hamba-hamba-Nya menuju kebaikan yang abadi.

Palembang, 7 Juni 2023

Saturday, September 9, 2017

Warna-Warni Al-Quran (Episode 7 : Makkiyah dan Madaniyah)

Oleh : Andy Hariyono,Lc. M.Ag*

Pagi ini penulis membuka lembaran tafsir Al-Quran terjemah, judulnya Tafsir Inspirasi, Karya Dr. Zainal Arifin Zakaria salah satu alumni Univ. Al-Azhar Kairo. Dalam kitabnya, ia menuliskan setiap pembukaan ayat dengan keterangan Makkiyah atau Madaniyah. Mungkin kitab-kitab Al-Quran, terkhusus yang terjemahan, yang ada di tangan pembaca juga demikian. Lantas, apa maksud dari Makiyah dan Madaniyah?

Makiyah adalah wahyu Al-Quran yang turun sebelum peristiwa hijrah Nab Saw dan Madaniyah adalah wahyu Al-Quran yang turun setelah peristiwa hijrah. Demikianlah pengertian Makkiyah dan Madaniyah yang paling popular. Pembagian sedemikian sangat membantu para pengkaji Al-Quran untuk mengetahui sejarah hukum Islam atau mengetahui ayat-ayat yang masih berlaku hukumnya atau sudah digantikan dengan hukum pada ayat lain.

Hanya ada dua cara untuk mengetahui manakah yang termasuk Makkiyah dan Madaniyah, yaitu  pertama dengan pemberitaan langsung dari Nabi saw atau para sahabat yang meneragkan turunnya ayat Al-Quran, dan kedua dengan qiyas atau metode menelaah ciri-ciri dari Makkiyah atau Madaniyah, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW.

Berikut adalah ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah,

1.      Sebagaimana ujar Ibnu Mas’ud r.a. segala ayat yang berbunyi “yā ayyuha’n nās (wahai sekalian manusia)” biasanya turun di Mekkah, sedangkan segala ayat yang berbunyi, “yā ayyuha’l ladzῑna āmanū (wahai orang-orang yang ada iman)”. Kaidah ini tidak selamanya dapat digunakan, terdapat pengecualian sedikit pada QS. Al-Baqarah [2]: 21 dan QS.Al-Baqarah [2]: 168 yang berbunyi “yā ayyuha’n nās” , pun demikian dengan QS. An-Nisa [4]: 1, 133, 170 dan 174. Sedangkan Al-Baqarah dan An-Nisa tidak termasuk Makkiyah melainkan ianya Madaniyah.

2.      Setiap surat yang mengandung kata “Kallā” maka ia Makkiyah.

3.      Setiap surat yang terdapat kisah Iblis dan Adam a.s. maka ia Makkiyah kecuali yang terdapat pada surat.Al-Baqarah.

4.      Setiap surat yang mengandung perintah Fardhu atau hukum Had maka ia Madaniyah.

Berikut ciri-ciri Makkiyah berdasarkan tema pembahasan,

1.      Peletakan dasar-dasar akidah seperti tauhid, iman adanya hari akhir, adanya pembalasan berupa surga dan neraka dan lain sebagainya. Misal tentang tauhid renungkanlah, QS. Al-Qashah [28]: 69—73, atau QS. Ibrahim [14]: 47—52 yang membicarakan tentang hari akhir.

2.      Menggunakan alam semesta sebagai bukti keagungan Allah SWT, sampai-sampai terdapat isyarat ilmiah pada ayat-ayatnya. Misal renungkanlah QS. Luqman [31]: 20—27.

3.      Memberitakan kisah-kisah para nabi dan umatnya, sampai terkesan jika ada kisah demikian sudah dapat dipastikan ia Makkiyah kecuali pada kisah Musa a.s. di surat Al-Baqarah dan Al-Maidah, serta kisah Musa a.s. dan Isa .a.s. di surat Ali Imran dan As Shaf.

4.      Makkiyah juga biasanya membahas tentang dasar-dasar akhlak dan prinsip hidup bermasyarakat seperti jujur, berbuat kebajikan, rukun, bakti kepada kedua orang tua, memuliakan tetangga, mensucikan hati maupun lisan dan sebagainya. Misal, renungkanlah QS. Al-Isra’ [17]: 33—39.

Berikut ciri-ciri Madaniyah berdasarkan tema pembahasan,

1.      Berisi aneka keterangan mengenai hukum syar’i secara rinci, misal hukum shalat, zakat, puasa, haji, hubungan sosial, nikah, cerai, penyusuan, warisan, hukum had, dan hukum qishas.

2.      Seruan terhadap ahli kitab yakni Yahudi dan Nasrani agar memeluk Islam.

3.      Menyebutkan ciri-ciri orang munafik.

4.      Menjelaskan hubungan antara muslim dan nonmuslim yang menjadi dasar adanya hubungan internasional, sehingga tercipta perdamaian, penegakan hukum dan ragam kesepakatan bersama.

*Penulis adalah Guru Ngaji dan Pengajar Tafsir di Griya Quran Al-Madani Bukit Siguntang.

Thursday, September 7, 2017

Warna-Warni Al-Quran (Episode 6 : Asbāb an-Nuzūl)

Oleh : Andy Hariyono, Lc. M.Ag*

Bismillahirrahmanirrahim, “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh atas apa yang mereka telah makan selama mereka bertakwa, beriman, serta beramal saleh, kemudian mereka bertakwa dan beriman, kemudian bertakwa dan berbuat kebajikan. Allah menyukai para pelaku kebajikan” (QS. Al-Māidah [5]: 93)

Penggalan makna ayat dari surat al-Māidah di atas terkesan membenarkan seorang beriman makan/minum apa saja, baik itu halal ataupun haram, selama mereka beriman dan bertakwa. Makna seperti ini tentu salah, pertanyaannya, darimana pengetahuan untuk menyalahkan makna tersebut? Pertanyaan ini hanya mampu dijawab oleh riwayat yang sahih, tidak ada peranan akal dalam menetapkanya. Akal hanya bertugas menyeleksi riwayat-riwayat yang ada.

Diriwayatkan bahwa ketika turun ayat pengharaman minuman keras, ada sahabat Nabi SAW yang bertanya: “Bagaimana nasib mereka yang telah wafat, padahal tadinya mereka gemar meminum khamar?” Nah, ayat pembuka di atas menerangkan bahwa Allah tidak meminta pertanggungjawaban mereka –yang telah wafat itu—sebelum datangnya ketetapan hukum tentang haramnya makanan dan minuman tertentu selama mereka beriman.

Ayat lain dalam surat Al-Lail berbunyi, “Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa. Yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya)” (QS. Al-Lail [92]: 17—18).

Mungkin ada yang berpikir bahwa ayat di atas berlaku untuk seluruh orang bertakwa secara umum, pandangan semacam ini salah. Karena ayat di atas secara ijmak berbicara untuk memuji saiduna Abu Bakar siddiq r.a. sehingga Imam Ar Razi berpandangan bahwa ayat “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa (atqakum) adalah alasan bahwa Abu Bakar Sidiq r.a. adalah sebaik-baik manusia setelah Rasulullah SAW, karena di surat Al-Lail Allah swt menyebut Abu Bakar sidiq dengan sebutan “Al-Atqa” atau orang yang paling bertakwa.

Demikian terlihat peran riwayat dalam memahami makna ayat Al-Quran di atas, sehingga pembaca tidak salah dalam menjalankan petunjuk yang ada di dalamnya. Pola pembacaan seperti inilah yang dinamakan ilmu Asbāb an-Nuzūl, atau Penjelasan ayat al-Quran dengan riwayat yang sahih, dimana riwayat tersebut mengungkap peristiwa yang terjadi pada masa turunnya ayat, dan kandungan ayat tersebut berkaitan/dapat dikaitkan dengan pristiwa itu.

Perlu diterangkan bahwa tidak semua ayat dalam Al-Quran memiliki riwayat Asbāb an-Nuzūl, misalnya ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah para nabi terdahulu, keterangan tentang hari akhir, surga, neraka, dan berita-berita gaib. Memang ada riwayat dari Ibnu Mas’ud atau saiduna Ali bin Abi Thalib r.a.  yang maknanya, “Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia, tidaklah turun satu surat dari Kitabullah melainkan aku tahu tentang apa ia turun”. Namun, maksud dari riwayat tersebut bukanlah seluruh ayat al-Quran mempunyai sebab turun, melainkan maskudnya adalah, jika ada ayat Al-Quran yang memiliki sebab turun, baik Ibnu Mas’ud atau saidina Ali r.a., mengetahui tentang apa ayat itu turun.

Berikut beberapa rekomendasi buku yang mengumpulkan riwayat-riwayat tentang Asbāb an-Nuzūl,

  1. Buku Pintar Asbabun Nuzul, Penulis Dr. Muhammad Chirzin, Penerbit Zaman, buku ini mengungkap peristiwa-peristiwa di balik turunnya ayat Al-Quran (asbāb an-nuzūl) dan menyarikan pesan moral yang terus relevan dengan keadaan umat Islam saat ini.
  2. Asbabun Nuzul sebab sebab Turunnya Ayat Al-Quran, Penulis Imam As-Suyuthi, Penerbit Pustaka Al-Kautsar atau Insan Kamil, ini buku terjemahan dari bahasa arab.
  3. Asbāb An-Nuzul, penulis seorang mufasir Abil Husain Ali bin Ahmad An-Naisaburi terkenal dengan sebutan Al-Wahidi (w. 327H).
*Penulis adalah Guru Ngaji dan Pengajar Tafsir di Griya Quran Al-Madani Bukit Siguntang.