Tuesday, May 12, 2009

Sejarah PII Mesir

Periode 1996-1998.

Kehadiran rakanda Hakam Naja (mantan Ketua Umum Pengurus Besar PII periode 1995-1998) ke Mesir pada tahun 1996 merupakan embrio ataupun gagasan berdirinya Perwakilan PII Republik Arab Mesir. Kedatangan beliau ke Mesir, selain ziarah kepada keluarganya yang sedang belajar di Mesir, juga lawatan beliau ke beberapa negara sebagai financial Secretary di IIFSO (Islamic Federation of Students Organization). Pada awalnya, lontaran ide dari rakanda Hakam Naja nyaris kandas, karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia Cairo. Bahkan rapat perdana hay’ah ta’sîsiyah (perhimpunan pendiri) sempat terancam gagal, karena banyak person yang menyatakan abstain dengan ide pendirian perwakilan PII di Mesir. Sikap abstain muncul merupakan akibat dari sikap pro-kontra terhadap rencana pendirian Perwakilan PII, baik dikalangan Keluarga Besar PII, maupun dari kalangan masyarakat Indonesia Cairo.

Mereka yang setuju berdirinya PII, karena memandang visi dan misi PII yang tetap eksis dan istiqâmah di orde baru. Sedangkan yang tidak setuju, mereka beralasan khawatir kehadiran PII akan mengancam dan menyaingi keberadaan organisasi yang lain yang rata-rata aktifis PII duduk pada posisi strategis di berbagai organisasi Cairo dan takut PII akan mempersempit peta gerakan organisasi mahasiswa di Mesir. Juga alasan yang paling mendasar adalah karena PII dalam Anggaran Dasarnya masih menolak asas tunggal Pancasila. Pada waktu itu reformasi belum bergulir dan eksistensi PII masih dipandang sebagai “anak nakal” di mata penguasa karena menantang UU No 8 tahun 1995. Saat itu PB PII sedang melakukan registrasi ke Departemen Dalam Negeri sebagi proses legalisasi kelembagaan PII yang sempat dibekukan oleh pemerintah.

Al-hamdulillâh, berkat rahmat Allah dan kegigihan para hay’ah ta’sîsiyah dan Ketua Umum PB PII, dalam melobi pihak-pihak yang kurang setuju lahirnya Perwakilan PII, maka pada hari 1 Syawwal 1417 H diselenggarakan sebuah pertemuan dan saudara M. Acung Wahyudi terpilih secara aklamasi dan kekeluargaan sebagai Ketua Umum Pengurus Perwakilan periode 1996-1998. Para kader PII berusaha meyakinkan pihak-pihak yang kurang menerima kehadiran Perwakilan PII Mesir. Bahkan, kanda Hakam Naja bersedia datang ke Mesir yang kedua kalinya untuk hal tersebut. Sebagai langkah awal dalam mensosialisasikan Perwakilan PII Republik Arab Mesir, maka pada tanggal 1 November 1997 digelar acara silaturrahmi dan temu kader PII yang bertema: “Pemberdayaan Kader PII menghadapi era globalisasi untuk memenangkan kompetisi antar bangsa” di rumah salah seorang home staff KBRI, juga sebagai Keluarga Besar PII, bapak MHK. Wiharja Atmaja. Selanjutnya tanggal 1 November 1997 inilah Perwakilan PII Republik Arab Mesir secara resmi berdiri.

Pada periode ini, program lebih banyak difokuskan pada konsolidasi internal. Baru setelah turun SK dari PB nomor: PB/sek/02/VI/1419-1998 bahwa Mendagri; Letjend. Pur. Syarwan Hamid telah menyatakan legalitas PII di tanah air yang secara yuridis formil dapat melaksanakan segala aktivitasnya kembali setelah masa kevacuman sejak tahun 1987. Maka Perwakilan PII berusaha mensosialisasikan legitimasi ini sekaligus melaporkannya  ke pihak yang terkait, yaitu Duta Besar RI bapak Dr. Nur Hasan Wirayuda dan Atase Pendidikan, Kepala Bidang Penerangan, Kabidpol dan Atase Pertahanan KBRI Mesir. Sejak inilah Perwakilan PII mulai berkiprah secara eksternal di Mesir.

Periode 1998-2000.

            Pada tanggal 1 November 1998 diselenggarakan Konferensi I Pengurus Perwakilan PII Republik Arab Mesir, maka Kemimpinan fatrah ta’sîsiyah yang diketuai oleh M. Acung Wahyudi berakhir dan terpilihlah saudara Abdullah Hakam Syah sebagai Ketua Umum Pengurus Perwakilan PII Republik Arab Mesir Periode 1998-2000.

            Dengan slogan “Tandang ke gelanggang meski seorang” periode ini mulai menata Perwakilan PII Republik Arab Mesir. Pada tahun pertama pada periode ini, program kerja dan pola pergerakan organisasi lebih ditekankan pada empat kebijakan umum, yaitu: pertama, membangun network ke berbagai pihak yang berkompeten. Baik itu para perwakilan RI di Mesir; para diplomat KBRI, masyarakat Indonesia Mesir, ataupun ke PB PII di Jakarta, dan ke Keluarga Besar PII, kedua: melakukan konsolidasi internal dengan intens merangkul kader-kader PII yang sedang belajar di Mesir, ketiga: meneguhkan citra PII di tengah-tengah masyarakat/mahasiswa Indonesi Mesir, dan keempat: melobi para KB PII dalam menggalang dana organisasi.

            Dengan empat kebijakan itu, al-hamdulillâh, keberadaan PII di Mesir mulai diperhitungkan. Apalagi setelah kehadiran rakanda Djayadi Adnan (Mantan Ketua Umum PB PII Periode 1998-2000) Perwakilan PII mendapat kepercayaan untuk membina siswa-siswi Sekolah Indonesia Cairo (SIC).

Follow up dari kebijakan dan hasil tahun pertama, Pengurus Perwakilan PII Mesir periode 1998-2000 menekankan program kerja

pada penguatan basis pelajar di Sekolah Indonesia Cairo (SIC). Diantara kegiatan yang digelar yaitu Pesantren Kilat (baca; Training) Ramadlan disingkat PKR. Kemudian dari acara PKR ini dilanjutkan dengan kegiatan rutin dwi mingguan dalam bentuk Forum Pacu Prestasi Studi (Forpasdi), tadabbur alam, qiyam al-lail, diskusi remaja, dll.

            Juga pada periode ini, secara aktif meneguhkan citra PII di Masico dan lembaga keilmuan-keislaman di Mesir. Bahkan, kedatangan rakanda Djayadi diterima baik oleh beberapa institusi dan individu, diantaranya Fahmi Huwaedi (kolomnis senior Mesir), IIIT, Lembaga Riset al-Ahrâm, Grand Syaikh al-Azhar, dll.

Periode 2000-2002.

            Periode ini mulai pada tanggal 1 November 2000, tepatnya pada acara Konferensi II Pengurus Perwakilan PII Republik Arab Mesir di sekretariat PII di al-Hayyu al-Sâbi’. Estafeta kepemimpin dilanjutkan oleh ketua terpilih, yaitu Ramat Tahir.

            Sebuah harapan, periode ini akan melakukan gebrakan-gebrakan baru, atau minimalnya akan melanjutkan hasil-hasil yang telah dicapai dari dua periode sebelumnya. Hanya saja, sejarah berkata lain. Perwakilan PII Republik Arab Mesir hampir layu sebelum berkembang, atau dengan kata lain, “Hidup segan matipun tak mau”.

            “Bila benda bengkok, maka bayangannya pun akan ikut bengkok.” Pepatah ini berlaku pada periode ketiga Perwakilan PII Republik Arab Mesir. Karena Ketua Umumnya kurang konsentrasi menjalankan roda organisasi, maka para pengurus dan anggota PII yang lainpun satu persatu surut dari dinamika pergerakan Perwakilan PII Mesir. Lebih parahnya lagi, setelah kepulangan Ketua Umumnya ke Indonesia tanpa “pamit” dan tidak melimpahkan jabatan dalam bentuk apapun, baik itu di PJS-kan, atau mengundurkan diri, atau didelegasikan. Yang jelas kepulangan Rahmat Tahir ke Indonesia secara organisatoris tidak memberikan mandat apa-apa.

Diperparah lagi, para pengurus teras atasnya; Badan Pengurus Harian (BPH), tidak mengambil alih tugas Ketua Umum. Pengurus Perwakilan PII Republik Mesir Periode 2000-2002 tak ubahnya anak Ayam yang kehilangan induknya.

            Akhirnya, aktivitas Perwakilan PII menjadi surut. Program pembinaan siswa-siswi SIC menjadi agak mandeg. Kegiatan yang digelar hanya beberapa kali saja. Jangankan untuk menggelar acara-acara, rapat pengurus saja sangat jarang.

 

Periode 2002-2008.

 

            Konferensi III Pengurus Perwakilan PII Republik Arab Mesir pada tanggal 14 September 2002 di Wisma Nusantara Cairo, menjadi tonggak kepemimpinan Pengurus Perwakilan PII Republik Arab Mesir periode 2002-2004. Konferensi yang bertema, “Reaktualisasi Tri Komitmen PII Sebagai Tranformator Peradaban Islam”, memberikan amanat kepada Udo Yamin Efendi Majdi untuk memimpin kepengurusan selanjutnya.

            Diawali dari periode ini sejarah pergerakan PII Mesir kembali muncul ke permukaan, diantaranya adalah; memperjelas ladang garap Perwakilan PII Mesir yakni, SIC (Sekolah Indonesia Cairo), Mahasiswa Indonesia Kairo dan Umat; yaitu beberapa kader PII yang tersebar juga di beberapa perwakilan organisasi massa (Ormass) Islam antara lain NU (Nahdlatul Ulama), Persis (Persatuan Islam), Muhammadiyyah dan Al-Washiliyah, kemudian terselenggaranya latihan kepemimpinan yang bernama Leadership Traning for Studant (Leadtras) I bagi masisir.

Hingga pada akhirnya Konferensi IV PII Mesir pun diselenggarakan pada tanggal 26 Juli 2004 di tempat yang sama. Saudara Aulia Ulhaq Marzuki sebagai ketua terpilih periode 2004-2006 melanjutkan estafeta kepengurusan sebelumnya, yakni mempertegas kembali ketiga lahan garap PII. Muktamar Nasional (Muknas) XXIV PII di Banjarmasin memberikan kado tersendiri bagi PII Mesir berupa perubahan nama dari Perwakilan (Pwk) menjadi Pengurus Wilayah Istimewa (PWI). Perubahan tersebut sedikit banyak turut memperngaruhi pola kerja PII Mesir waktu itu, diantarannya adalah sistem training yang sebelumnya bernama leadtras dapat difollow up menjadi Leadership Basic Training (LBT) PII. Namun pada Muknas XXV di Samarinda status PWI untuk PII luar negeri kembali menjadi Pwk.

 Konferensi Perwakilan V (saat itu bernama Konferensi Wilayah Istimewa) pada tanggal 02 Juli 2006 pun tiba, Saudara Rashid Satari meneruskan kepemimpinan saudara Aulia Ulhak Marzuki untuk periode 2006-2008. Konferensi perwakilan kali ini memberikan berbagai amanah kepada pengurus yang terangkum dalam Master Plan untuk dua periode (empat tahun) hingga 2010. Beberapa diantaranya direkomendsikan kepada kepengurusan saudara Rashid Satari yaitu kaderisasi Pwk PII Mesir untuk menghasilkan kader-kader instruktur yang dapat menjalankan sistem ta’dib par exellence, pembentukan komunitas bahasa asing dan pelaksanaan Advanced Leadership Traning (ALT).

Walaupun ALT belum bisa terlaksana dikarenakan oleh beberapa sebab, kepengurusan periode kali ini akhirnya mencari alternatif lain yakni, pelaksanaan Leadership Intermediate Trainig (LIT) yang pertama kalinya di Mesir, dan sebagai follow up dari trainig sebelumnya, yakni LBT. Disamping itu pembentukan komunitas bahasa asing pun dapat terlaksana dengan terbentuknya Lembaga Bahasa Asing PII Mesir atau lebih dikenal dengan Language Community (LC) PII. Keberadaan LC sendiri menjadi salah satu pintu gerbang bagi Masisir untuk mengenal PII sehingga pada tanggal 09, 11 dan 14 April 2007 terselenggara acara massif  Debete Contest and English Fun Day” yang bekerja sama dengan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Mesir, Bapak Drs.Slamet Sholeh, M.Ed dan ditujukan bagi Masisir termasuk para Pelajar di SIC, kemudian diskusi bahasa arab dan inggris pada tiap minggunya juga mengadakan kursus bahasa Mandarin. Selain itu PII Mesir periode 2006-2008 pun ikut berpartisipasi aktif bersama PPMI dalam hajatan besar lokakarya (12-13 April 2008) sebagai upaya memetakan permasalah dan solusi atas problem akademis Masisir.

Kehadiran Website PII Mesir baru dapat diakses pada periode kali ini setelah dua tahun sebelumnya lauching di Mesir, dengan situs www.pii-mesir.org disamping adanya milis PII Mesir yang menjadi wadah silaturahim on line kader dan Keluarga Besar (KB) PII baik yang berada di Mesir maupun Indonesia juga di negara-negara lainnya seperti Malaysia, Jepang dan Amerika Serikat.

Konferensi Perwakilan VI PII Mesir pada tanggal 14 Agustus 2008 di Aula Pasangrahan Jawa Barat menjadi akhir masa kepengurusan saudara Rashid Satari, dengan terpilihnya saudara Andy Hariyono sebagai ketua Umum Pwk PII Mesir periode 2008-2010. Sebagai Mendetaris konferensi VI, periode kali ini masih melanjutkan amanah master plan baik yang belum terlaksana dari periode sebelumnya, juga agenda master plan yang telah dirancang dua tahun sebelumnya untuk diselesaikan pada perode kali ini, diantaranya adalah; Kaderisasi pada tahap kwantitas kader dan kaderisasi pada tahap meningkatkan kwalitas kader dari segi keislaman, keilmuan keintelekualan dan skill individu serta mengupayakan terlaksananya Advanced Leadership Traning (ALT) dan Pendidikan Instruktur Dasar (PID) di Mesir.


Bookmark and Share

Monday, May 4, 2009

4 Mei di Mesir; Harba PII Ke-62

Bismillah, Zayyukum sahabat² PII, Semoga Allah Swt memperlancar Imtihan kita semua nantinya... Amin...

4 (Empat) Mei merupakan salah satu tanggal bersejarah bagi organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), dimana 62 tahun sudah Kebangkitan PII, dan kembali dipertanyakan saat ini. Untuk itu, di sela-sela ujian, mari kita sisihkan doa untuk PII (Baik para kadernya maupun Institusinya) agar tetap menjaga manhaj "pemersatu ummat", sebagaimana spirit para pendiri organisasi ini.

Mungkin perayaan Harba (Hari Bangkit) di Mesir tidak semeriah di Indonesia, dikarenakan setiap bulan Mei mayoritas pelajar Indonesia di negeri ini menghadapi Imtihan untuk term II. Namun demikian, saya yakin bukan berarti sahabat-sahabat PII Mesir melupakan jasa PII selama 62 tahun terhadap Indonesia, sebut misalnya ketika ummat Islam berada dalam garis perpecahan yang terbilang "kritis" PII bangkit untuk menyembuhkan "penyakit" tersebut, ketika komunisme meracuni pemikiran bangsa Indonesia, PII berada di garda depan membangkitkan semangat ke-Islaman, ketika andil PII diakui oleh almarhum Jenderal Soedirman (Panglima Besar Angkatan Perang RI) pada resepsi Hari Bangkit (HARBA) I PII, 4 Mei 1948 hatta Presiden Soeharto pun tak luput mengakui andil PII terhadap Negara, dan ketika-ketika yang lainnya...

Dari sana, para kader PII Mesir di Harba kali ini, mari kita bangkitkan kembali semangat Kepelajaran, KeIslaman dan KeIndonesian di bumi kinanah ini. Jangan sampai kita "buta" akan realita umat Islam. Di sana ada pemimpin bermental koruptor, Imam-imam bermental "statistik" yang telah menarifkan ayat² Allah Swt, pelajar yang telah terkontaminasi oleh pornografi dan lain sebagainya.

Fenomena sederhana di atas, hanyalah secuil dari problem ummat yang menjadi PR besar bagi PII dalam pembentukkan future generation, dimana mereka inilah yang nantinya menjadi generasi Rabbi Radiyya , yang mana jikalau mereka menjadi pemimpin tidak bermental korup, imam yang ikhlas berdakwah, pelajar yang dapat membentengi dirinya dari radikalnya informasi pornografi, dan tentunya generasi yang membentuk "kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam".

Akhirnya, mari kita berdoa kepada Allah Swt  di akhir sujud shalat² kita, "Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya" (Al-Muzammil : 20) demi perjuangan yang akan kita tempuh bersama. Selamat Hari Bangkit PII ke-62

Nanjah ma‘an Insya Allah

~Andy Hariyono~


Bookmark and Share

Saturday, May 2, 2009

Ribuan Warga Di Jatim Terkena HIV AIDS


Kamis, 30 April 2009 12:53

Surabaya (SuaraMedia) - Kabar ini disampaikan Saifullah Yusuf saat membuka rapat konsultasi HIV/AIDS di ruang Binaloka, Kantor Gubernur Jatim, di Surabaya.

Karena itu, pihaknya terus mendorong Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jatim agar masalah HIV/AIDS ini ditangani secara terus-menerus dan menyeluruh.

“KPA harus terus melakukan identifikasi, baik nama maupun alamat pengidap, untuk mendapatkan penanganan intensif, baik secara medis, psikologis, spiritual, maupun kultural,” kata Saifullah Yusuf.

Menurut ia, selama ini ia hanya mendapatkan data pengidap HIV/AIDS dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim yang jumlahnya mencapai 2.737 orang, sebanyak 612 orang di antaranya meninggal dunia.

Dari jumlah tersebut, mayoritas pengidap tersebar di 20 kabupaten/kota di Jatim. “Ada beberapa daerah yang harus diwaspadai, seperti Surabaya, Malang, Kota Pasuruan, dan lain-lain,” ucap Saifullah Yusuf.

Dinkes Jatim memberikan perhatian khusus pada penderita HIV/AIDS yang masih berusia anak-anak. Sebab, seiring dengan peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun ke tahun, kejadian pada anak di bawah umur juga semakin bertambah.

Kasus HIV/AIDS di Jatim yang ditemukan sejak tahun 1989 hingga Maret 2009, terdapat 86 penderita dengan kualifikasi usia di bawah 19 tahun. Banyaknya penderita HIV/AIDS di bawah umur tersebut sekaligus sebagai indikasi bahwa penyakit HIV/AIDS penyebarannya telah merata. Tidak hanya di usia dewasa dan produktif, namun telah merambah pada usia nonproduktif.

Saifullah Yusuf berpendapat, meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS di Jatim bukan berarti bahwa program yang dijalankan selama ini gagal.

“Justru kami melihat petugas dapat mendeteksi penyakit tersebut lebih dini, bahkan penderita bayi dan anak-anak pun diketahui,” katanya.

Hanya saja, dia menganggap, data yang dimiliki pemerintah saat ini adalah data pengidap yang terdeteksi.

“Kami yakin masih banyak penderita lain yang belum terdeteksi. Sebab banyak kasus yang belum terungkap, dan jumlah yang belum terdeteksi itu bisa diibaratkan sebagai fenomena gunung es,” katanya menuturkan.

Dalam kesempatan itu, Saifullah menambahkan, Pemprov Jatim merintis penyusunan Peraturan Daerah (Perda) Antimaksiat. Hal itu dimaksudkan untuk menekan angka kemaksiatan di Jatim. “Itu sesuai dengan cita-cita Pemprov Jatim, yakni Jatim Makmur dan Berakhlak,” katanya.

Perda larangan maksiat ini sebagai tahap awal akan diterapkan di Pulau Madura, setelah jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) resmi beroperasi.

“Silakan para investor mendirikan pabrik-pabrik di Madura, tetapi kami melarang mereka membuka rumah-rumah diskotik atau tempat-tempat pelacuran, karena hal ini tidak sesuai dengan budaya masyarakat setempat,” tegas Saifullah Yusuf.(hdt) SuaraMedia.Com

Sumber


Bookmark and Share

Tuesday, April 28, 2009

Tasawuf Apaan sih??

Pengertian mengenai tasawuf sangat variatif, tergantung mereka -Orang yang bertasawuf- yang menggeluti ilmu ini, karena setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda terkait dengan hubungannya secara vertikal terhadap sang Pecipta, yaitu Allah Swt.

Tidak sedikit ayat Al-Quran yang mengajak kepada tasawuf, dalam artian Tasawuf juga termasuk Ibadah kepada Allah Swt, sedang ibadah itu ada yang bernilai fardlu dan nafilah, dengan ibadah fardlu semakin mendekatkan hamba kepada Allah Swt, sedang nafilah menambah kecintaan kepadaNya. Sebut misalnya disini untuk ibadah fardlu, Shalat 5 waktu, Puasa Ramdlan, membayar zakat, berbakti kepada kedua orang tua, menjauhi zina dan lain sebagainya, untuk nafilah seperti shalat Tahajjud, mengucapkan salam terhadap sesama, memberikan senyuman, menghormati yang tua menyayangi yang muda dan lain-lain.

Ada yang mengartikan tasawuf itu dengan akhlak, jikalau akhlaknya bertambah baik maka nilai taswauf juga ikut bertambah. Begitu pula dengan zuhud dimasukkan juga dalam pemaknaan tasawuf , zuhud kepada hal-hal yang haram hukumnya jelas wajib akan tetapi dalam hal-hal yang halal menjadi sunah (Baca: sah-sah saja).

Berikut adalah firman-firman Allah yang termaktub dalam Al-Quran mengenai Tasawuf; dalam hal ibadah, “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (Al-Hijir: 99), “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan” (Al-Muzammil: 8), “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridlaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu". (Al-Hadid : 20).

Dalam suatu riwayat ketika turun firman Allah Swt, “Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah untuk shalat di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)” (Al-Muzammil: 1-2) para sahabat-sahabat nabi Saw bangun untuk melaksanakan shalat selama kurang lebih setengah malam pada tiap-tiap malam dengan tekun. Hal ini berlangsung selama setahun hingga menyebabkan kaki mereka bengkak-bengkak, maka turunlah ayat berikutnya yang memberikan keringanan untuk bangun malam dan mempersingkat bacaan, “Seungguhnya Tuhanmu mengetahui bawasannya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang berama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran,. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa aja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Muzammil : 20)

Dan satu lagi hadits riwayat Annas yang menyebutkan bahwa ada 3 orang yang datang ke rumah istri-istri Nabi Saw untuk menanyakan prihal ibadahnya, sembari membanggakan amalan mereka satu persatu. Mereka pun ada yang berkata ; “Saya selalu shalat”, kemudian ada yang berkata; “saya selalu berpuasa setiap hari dengan tidak berbuka”, dan yang terakhir; “saya berlepas diri dari perempuan dan aku tidak akan pernah menikah” Kemudian Rasulullah Saw datang kepada mereka dan berkata “Apakah kalian yang berkata seperti ini dan seperti ini (masudnya pernyataan mereka seperti di atas), maka sabda Rasul Saw; “Demi Allah aku lebih takut dan lebih bertakwa kepada Allah dari pada kalian, akan tetapi aku tetap berpuasa dan berbuka, dan akupun shalat juga tidur, dan aku juga menikah dengan perempuan, barang siapa yang tidak menyukai sunnahku maka ia bukanlah bagian dariku”

Adapun istilah bahwasannya tasawuf berasal dari kata sufi adalah istilah yang muncul belakangan, Abu Hasyim Al-Kufi (W. 150 H) adalah orang yang pertama kali memploklmirkannya. Perkembangan ilmu tasawuf secara garis besar terbagi menjadi dua; pertama mereka yang tetap berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah, kedua mereka yang telah terpengaruh dengan Filsafat hindu, Persia dan Yunani. Setelah tasawuf diminati oleh banyak masyarakat muslim, maka tasawuf menjadi disilplin ilmu tersendiri, dan tidak sedikit pandangan-pandangan mengenai ilmu ini yang bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah.

Dari sana para ahli tasawuf terdahulu sangat menjaga sunah Rasul Saw dalam bertasawuf dan menjauhi perbuatan bid’ah, Imam Junaid bertutur, “Ilmu (tasawuf) kami ini berpegang pada Al-Qur’an dan Sunah, barang siapa yang tidak mengetahui al-Quran dan Sunah makah jangan sekali-kali ia berbicara mengenai ilmu ini”. Dan Sahal bin Abdullah At’Tastari pun berkata, “setiap rasa cinta yang tumbuh tanpa didasari dengan Al-Quran dan Sunah maka cinta itu akan sia-sia saja, dan setiap amalan bid’ah hanya menyiksa diri, dan setiap perbuatan tanpa adanya panutan hanyalah tipu daya bagi diri sendiri”.

Dari berbagai sumber

Saturday, April 25, 2009

3 Jenis Sabar

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikat harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (Imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-Baqarah :177)

Perbincangan mengenai topik kesabaran mungkin sudah sering terdengar di sekitar kita, namun dalam realita kehidupan, aplikatif kesabaran sangat jarang kita temukan. Baru-baru ini bangsa Indonesia kembali tertimpa musibah, belum terselesaikan kasus Lapindo yang masih menjadi “PR” Pemerintahan SBY dan JK, disusul dengan situ gintung yang memakan puluhan korban, Ribuan rumah di Tanjung balai Sumut terendam banjir, Gempa di Palu, gempa Manokari Papua Barat dan beberapa bencana lainnya.


Tampak sekilas di pandangan kita, bahwa para korban bencana itu membutuhkan pertolongan dari saudara-saudara di sekelilingnya, namun secara tidak langung mereka yang terkena musibah sebenarnya telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa ini. Kesabaran.

Adalah sabar yang berarti menahan diri terhadap sesuatu yang negatif untuk mendapatkan hasil yang positif. Islam menempatkan kesabaran pada posisi yang strategis sehingga output orang-orang yang bersabar mendapat jaminan surga dari Allah Swt. Kembali ke ayat di atas, Allah Swt membagi kesabaran dalam 3 jenis; sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.

Sabar dalam hal kesempitan, atau contoh konkritnya dalam keadaan fakir, dalam hal ini seseorang bekerja untuk memenuhi kehidupannya akan tetapi penghasilan yang diterima tidak mencukupi kebutuhan tersebut, namun ia tetap ridla terhadap pemberian Allah Swt, tidak mencuri, tidak mau disogok, tidak merampas hak yang bukan miliknya, dan tidak menzalimi orang lain Hakim meriwayatkan hadits dari Rasullah Saw yang maknanya “... dan janganlah karena ketertundaan rizki menuntutmu untuk mendapatkannya dengan bermaksiat kepada Allah, karena hanya ketaatanlah yang dapat menerima segala sesuatu dari sisi Allah Swt

Kedua sabar dalam penderitaan, seperti dalam keadaan sakit, terkena musibah dan lain sebagainya. Setiap mereka yang terkena musibah dalam pengertian sabar yang kedua ini hendaknya jangan berputus asa dari rahmat Allah Swt, bukankah Imam Bukhari pernah mengeluarkan hadits Rasul Saw yang maksudnya, setiap muslim yang tertimpa musibah apa pun bentuknya maka, Allah Swt akan menghapuskan dosa-dosa kecil darinya.

Terakhir Sabar dalam keadaan perang, mari menyimak sejenak arti firmah Allah berikut; “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (Q.S. Al-Anfal : 45)

Dari berbagai sumber...




Bookmark and Share

Sunday, April 19, 2009

Dini Hari Bersama Al-Bajury

Hari ini saya membuka kembali diktat Ilmu Tauhid tingkat I fakultas Ushuluddin, Tuhfatu’l Murid ‘ala Jauharatu’t Tauhid, karangan Imam Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajury (1198 – 1277 H/1784-1860 M), Syaikh Universitas Al-Azhar, seorang fakih madzhab Syafi’i. Al-Bajury dinisbatkan pada nama salah satu desa di daerah El-Manufiyah, Mesir.


Buku tersebut merupakan penjelasan dari buku Jauharatu’t Tauhid yang dikarang oleh Imam Abu’l Imdad Ibrahim bin Ibrahim bin Hasan Al-Laqani, seorang ulama Mesir bermadzhab Maliki, ahli filsafat Agama (Ilmu kalam). Nama Al-Laqani dinisbahkan kepada salah satu desa di daerah Al-Bahirah di mesir, dan Al-Laqani juga dijuluki Burhanuddin.


Buku yang menjelaskan 144 bait syair Al-Laqani ini memiliki penjelasan yang luar biasa mengenai tauhid aliran Asy’ariyah, yaitu suatu aliran ilmu kalam yang banyak dipahami oleh umat Islam saat ini. Salah satu contohnya, ketika saya membaca permulaan bait syair-syair tersebut pensyarah (Penjelas, dalam hal ini Imam Al-Bajury) telah mengenalkan beberapa tokoh-tokoh Islam klasik, diantaranya:


Imam As’ Syatibi seorang Imam ahli qira’at yang namanya Al-Qasim bin Fiyurah bin Khalaf bin Ahmad Ar Ra‘iny, dilahirkan di Syatibah (Jativa) Andalusia dan wafat di Mesir tahun 590 H/1194 M. Beliau adalah seorang ahli Ilmu Tafsir, Hadits dan Bahasa. Kemudian Az’ Zamakhsyari seorang ulama Muktazilah yang bernama Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad Az’ Zamakhsyari, seorang ahli Tafsir, Bahasa, Adab, dilahirkan di Zamakshyar salah satu desa di Khwarizm, salah satu karya fenomenalnya adalah Tafsir Al-Kasyaf, Asrarul’ Balaghah, Al-Faiq fi Gharibil’l Hadits. 

Imam Sanusi yang bernama Muahammad bin Yusuf bin Umar bin Syuaib As’ Sanusi, karyanya yang berjudul Akidah Ahlu’t Tauhid (Akidah al-Kubra) dan Ummul Barahin (Akidah As’ Sughra), Syarhu Liummiyati’l Jazairy fi’t Tauhid, dan Mukhtashar fi ‘ilmi’l Manthiq. Zakaria bin Muhamad bin Ahmad bin Zakaria Al-Anshari Al-Mashri As-Syafii Abu Yahya. Wafat 682 H. Mas‘ud bin Umar bin Abdullah At’ Taftazani Sa’adu’d din, Imam dalam Ilmu Mantiq, Kalam, Balaghah dan Ilmu Bayan. Lahir di daerah Taftazani di Negeri Khurasan, diantaran karya-karyanya adalah; Tahdizibul Mantiq wa’l Kalam, Maqashidu’t thalibin fi ‘Ilmi Ushuli’ddin W. 139 H. Muhammad bin Ahmad bin Hamzah. Syamsudin Ar Ramly, seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Ar-Ramly dinisbahkan kepada nama salah satu daerah di Mesir yang bernama Ramalah, W. 1004H/ 1596 M. Ibnu Hajar, yang nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar Al-Haitsami Syihabu’d din Syaiku’l Islam, W. 974 H. Ibnu Abdul Bar: Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Bar An’ Namry Al-Qurtubi Al-Maliki Abu Umar, dijuluki Hafidz Al-Maghrib, W. 463 H. Al-Baidhlawi: Umar bin Abdullah bin Umar bin Muahammad Nashiruddin, seorang ulama ahli Tafsir, Mantiq, Kalam dan Ushul, Al-Baydha dinisbahkan kepada nama daerahnya di Paris, W. 597 H. Al-Jauzy: Abdurrahman bin Ali bin Muhammad Al-Jauzy Al-Quraisy Al-Baghdady, ia memiliki sekitar 300 karya diantarannya; Al-Adzkiya, Manaqib Umar bin Abdul Aziz, Talbisu Iblis, Al-Muntadzham fi Tarikhi’l Muluk wa’l Umam, Al-Wafa fi Fadlailil Musthafa, W. 597 H. Al-Amir: Muhammad bin Muhammad bin Ahmad bin Abdul Qadir As Simbawi, seorang ulama Al-Azhar bermadzhab Maliki, terkenal denga amir karena kakeknya berkuasa dalam bidang pertanian di Mesir, W. 1232. Asy’ Syinwani : Muhammad bin Ali bin Mansur Asy’ Syinwani, W. 1233. Al-Yusi: Al-Hasan bin Masud bin Muhammad Abu Ali Nurud’ din dari Bani Yusi di Maghrib Al-Aqsha. Asyihab Al-Malawi : Ahmad bin Abdul Fatah bin Yusuf bin Umar Al-Malawi Al-Majiri Abu’l Abbas Syihabu’d din seorang ulama Al-Azhar bermadzhab Syafi’i, lahir dan wafat di Kairo, diantara karya-karyanya; Arjuzatu fil’mantiq, Syarhani limutuni’s Silmi fi’l Mantiq, W. 1181H. 

Ibnu’l Arabi : Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Al-‘Afiry Al-Isybili Al-Maliki, seorang Mujtahid dalam ilmu-ilmu Agama, serta pengarang beberapa buku Hadits, Tafsir, Fikih, Ushul, Adab dan Sejarah, diantara karya-karyanya adalah; Al-‘Awashim mina’l Qawashim, Ahkamu’l Qur’an, Qanun Ta’wil, W. 543 H. Abdul Aziz bin Abdu’s Salam bin Abi’l Qasim bin Husain As’Silmi Ad’ Dimisqi ‘Izzu’d din, diantara karya-karyanya adalah; Qawa’idul Ahkam fi Ishlahi’l Anam, W. 660 H. As’ Suja‘i: Ahmad bin Ahmad bin Muhammad, nama Sujaiyah dinisbahkan kepada nama sebuah desa di sebelah barat Mesir, W. 1197 H. Abu Muhammad Al-Juwaini: Abdullah bin Yusuf bin Muhammad Abu Muhammad, seorang ahli Tafsir bahasa dan ia adalah putra dari Imam Haramain Aljuwaini, W. 438.

Demekianlah nama beberpa tokoh-tokoh klasik yang dapat kita kenal melalui pembukaan buku Penjelas Jauharatu’t Tauhid tersebut. Semoga keyword ini bermanfaat...

Bookmark and Share

Thursday, April 16, 2009

Ulang Tahun PPWS tanggal 4 April 2009 Dan Bincang Santai HAKPW Dengan Tema "Memotret Ngabar 2030"

Andy Hariyono selaku moderator acara “Bincang Santai” ini mempersilahkan dua pembicara Ngabarian untuk menempati tempat yang sudah dipersiapkan oleh panitia, mereka adalah; Saudara Ahmad Tirmidzi, Lc dan Saudari Desi Hanara. Kedua pembicara tersebut memberikan pemaparan tema berbeda mengenai pondok pesantren "Wali Songo" (PPWS), yang pertama lebih menekankan histori PPWS itu sendiri sedang yang ke dua, saudari Desi Hanara menganalisa Ngabar 2030.

Saudara Ahmad Tirmizi, Lc tidak lagi menjelaskan secara terperinci mengenai histori berdirinya PPWS karena ia memandang para hadirin sudah pada mengetahui hal tersebut, akan tetapi yang lebih ditekankannya adalah; bagaimana kita melihat masa lalu untuk menatap masa depan. Pelajaran yang diambilnya adalah spirit dari pendiri PPWS untuk mendirikan lembaga pendidikan yang berbasiskan pondok pesantren (Islam). Para pendiri memeliki spirit "ber-Islam" yang kuat sehingga rasa ingin menyebarluaskan dakwah Islam dan meninggikan kalimat Allah inilah yang menjadi cikal-bakal (spirit) berdirinya PPWS.

Dari sana Bang Mizi -panggilan akrabnya- menghimbau para alumni agar selalu menjaga spirit tersebut agar pelajaran yang diberikan sejarah tidak berlalu begitu saja. Di samping itu faedah dari review ulang histori PPWS ini adalah dapat mengetahui bersama posisi para alumni, karena tipe manusia dilihat dari sisi sejarah hanya dua macam saja; pertama Pelaku dan kedua penonton. Setelah melihat perkembangan sejarah, ternyata tidaklah banyak dari mereka (manusia) yang menjadi pelaku sajarah, dari sana perlu tekad dan kemauan yang kuat untuk terus berusaha agar para alumni dapat menjadi pelaku sejarah yang diinginkan.

Setelah Bang Mizi menyelesaikan penyampaiannya kemudian Saudara Andy Hariyono mempersilakan pembicara ke dua, yakni saudari Desi Hanara untuk memaparkan potret Ngabar 2030. Dengan Tujuh menit kedepan sisa waktu menjelang shalat Maghrib berjama'ah.

Saudari Desi mengajak para alumni untuk memotret Ngabar bersama, karena sangat jarang para alumni yang kritis dalam menilai PPWS itu sendiri. Dengan penjelasan mengenai konflik internal yang terjadi di Ngabar sampai pendidikan yang berkembang saat ini. Setelah pemaparan yang panjang saudari Desi Hanara sangat optimis akan kemajuan Ngabar ke depan terlebih setelah terpilihnya Pimpinan Pondok saat ini.

setelah kedua pembicara memberikan pandangannya, moderator memberikan waktu istirahat sejenak untuk berfoto bersama Duta Besar RI Mesir Bapak, Abudrrahman Mohammad Fachir dan shalat maghrib berjamaah.

Sesi selanjutnya, moderator memberikan kesempatan bagi para hadirin yang bertanya ataupun mengungkapkan pendapatnya mengenai PPWS. Banyaknya antusias alumni untuk bertanya sehingga moderator pun harus membatasi penanya karena mengingat alokasi waktu yang tersedia. Jumlah penanya putra 4 orang dan putri 1 orang.

Pertanyaan pertama dari saudara Mu'tashim El-Mandiri, menurutnya kita tidak perlu membuka konflik internal yang terjadi di Pondok saat ini didepan umum dengan melanjutkan pertanyaan mengenai beberpa tulisan ustadz Zaki yang dititipkannya ke Desi juga pertanyaan, apakah Ngabar dengan pendidikannya saat ini dapat survive kembali?

kemudian penanya kedua oleh saudara Ardi Budiman, baginya kita harus jujur untuk membaca situasi saat ini, dalam hal ini saudara Ardi lebih setuju dengan ungkapan konflik internal dari saudari Desi Hanara, karena dari premis-premis seperti ini juga mendukung cara pandang alumni dalam menilai Ngabar kedepan. kemudian ia mengajukan dua hal kekurangan yang ada pada ngabar; 1. Menejeman baik organisasi, struktur maupun adminstrasi, 2 Kapasitas alumni yang memang kurang "menjual" Ngabar itu sendiri.

Mba Sri Dewi Atiqoh, sebagai pembicara ke-tiga mengungkapkan apresiasinya terhadap Ngabar saat ini. karena pimpinan-pimpinan pondok sebelumnya sangat jarang mendengarkan keluhan, usulan dari para alumni-alumninya. Namun untuk saat ini, hal tersebut tidak perlu disesali lagi karena ia optimis bahwa kepemimpinan saat ini sangat peduli dengan para alumninya. Hal ini ia simpulkan, karena mengaca kepada alumni-alumni Gontor yang selalu serius ketika membahas pondoknya. Optimisme yang ada untuk kemajuan Ngabar kedepan juga dilontarkannya sebagai penutup kalam.

Kemudian selanjutnya saudara Abdul Qodir, ia berpandangan bahwasannya Ngabar sangat kurang dalam hal pertama; kaderisasinya, sebagai contoh; adakah dari santri atau asatidz yang disekolahkan di luar negeri untuk mengabdi nantinya di PPWS? hal ini menyebabkan kualitas pendidik berkurang di Ngabar, kedua; Ia pesimis dengan kridibelitas PPWS saat ini, sebaliknya ia mempertanyakan "siapkah para alumni menyekolahkan anaknya ke Ngabar?" jikalau banyak para alumni optimis dengan jawaban "YA", maka, di sanalah tolak ukur keberhasilan Ngabar itu sendiri tidak dengan jawaban sebaliknya.

Terakhir saudara Tafiqullah, memaparkan bahwa Ngabar harus segera membenahi konflik internal yang terjadi, karena ketidak akuran antar person terlebih lagi hingga stakeholder di Ngabar dapat berimplikasi pada lembaga yang dipimpin, juga ia berharap agar para asatidz -termasuk stakeholder- yang tidak mengingnkan perbaikan di Ngabar atau pro misi dan visi PPWS segera "disisihkan" dari struktural lembaga.

Dari beberapa pertanyaan dan saran di atas ditanggapi oleh ke dua pembicara, untuk Saudara Ahmad Tirmidzi, LC menjelaskan mengenai pendidikan saat ini, ia menganalogikan pendidikan seperti produk yang mempunyai daya jual, dalam artian, siapa yang produknya memiliki daya jual yang tinggi itulah yang dipilih. Dalam hal ini, perlu bagi Ngabar untuk mempersiapkan sistem Pendidikan yang kompetibel sehingga para alumninya dapat mempromosikan produk pendidikan tersebut. diakhiri dengan Visi Ngabar 2011 "Menuju Ngabar yang self-sufficiency (kebercukupan dan mandiri) dalam segala bidang adalah kunci ideal "

Kemudian tanggapan dari Saudari Desi Hanara, bahwasannya konflik internal yang diungkapkannya bukan bermaksud untuk memprovokasi pihak tertentu bahkan hal tersebut dipandang perlu diangkat sebagai premis-premis yang telah ia sampaikan dalam menilai Ngabar, dan pun bahasa tersebut sudah ia terjemahkan dengan kalimat yang santun dan beretika. Adapun mengenai pendidikan di Ngabar ia sendiri sempat menyampaikan bahwa kaderisasi di PPWS memang sangat minim dan ini perlu ditanggapi serius oleh para stakeholder di PPWS.

Acara ini ditutup dengan kesimpulan moderator agar para alumni mulai kritis dalam menilai PPWS saat ini dengan harapan menjadi palaku sejarah bukan penonton sejarah.


Bookmark and Share

Sunday, March 22, 2009

Al-Jâm‘I Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashar Min Hadîtsi Rasulillahi Wa Sunanihi Wa Ayyâmihi (Serangkai Pengenalan singkat)

Oleh: Andy Hariyono

I. Prolog
Bismirrahmân, telah banyak buku-buku hadits yang dikarang oleh para ulama pendahulu, diantaranya ialah Al-jâm‘i al-musnad al-Shahih al-Mukhtashar min hadîtsi Rasulillahi wa sunanihi wa ayyâmihi yang dikarang oleh Imam Bukhari dan lebih dikenal dengan Shahih Bukhari.

Semua hadits yang ada dalam buku tersebut shahih, dimana Imam Bukhari sendiri menyatakan bahwa, “Saya tidak memasukkan ke Kitab Jami‘ ini kecuali yang shahih dan saya telah meninggalkan hadits-hadits shahih lain karena khwatir terlalu panjang ”, begitu pula sudah menjadi kesepakatan ulama (Sunni) bahwa Shahih Bukhari adalah ashahhul kutub ba‘da al-Quran . Adapun perkataan bahwasannya Shahih Muslim lebih shahih dari Bukhari, hal itu terbantahkan karena Imam Bukhari lebih Muttashil sanadnya dan lebih tsiqqah perawinya .

Demikianlah ulasan singkat mengenai Shahih Bukhari, agar lebih terarah pengenalan mengenai buku warisan umat ini perlu kirannya bagi penulis untuk menyampaikan sekilas mengenai biografi Imam Bukhari sebagai pengarangnya, kronologi penulisan Shahih Bukhari dan metode penulisannya, perkataan para ulama mengenai buku Shahih Bukhari begitu juga dengan beberapa buku syarah shahih Bukhari.

I. Biografi Abu Abdillah

Imam Bukhari hidup pada abad ke-3 H, nama Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari. lahir setelah shalat Jum’at pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M) . Cucu seorang Persia bernama Bardizbah yang beragama Majusi, Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja’fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Karena itulah ia dikatakan “al-Mughirah al-Jafi”. Ayah beliau Ismail bin Ibrâhim memberikan nama Muhammad, kunyah beliau adalah Abu Abdillah sedangkan nama Bukhari disandangkan pada nama tempat lahir beliau yaitu Bukhâra saat ini Uzbezkistan yang terletak di Asia Tengah .

Riwayat kakek beliau Ibrahim tidak terdapat data yang menjelaskan, tetapi Ismail ayah beliau adalah seorang yang alim, war‘a dan taqwa sekaligus ulama ternama di bidang hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibnu Zayd dan Imam Malik. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh orang Irak. Riwayat hidupnya ditulis oleh Ibnu Hibban dalam kitab al-Siqah Begitu juga putranya, Imam Bukhari, menulis riwayatnya dalam at- Tarikh al-Kabir. Menjelang ajalnya beliau berkata “didalam hartaku tidak terdapat uang yang haram atau yang syubhat sedikitpun” ini menunjukkan bahwa Imam Bukhari hidup dalam lingkungan keluarga yang taat kepada Allah Swt. dan sangat pantas baginnya mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya.

Ayahnya meninggal ketika Bukhari masih kecil dan meninggalkan harta yang cukup, beliau diasuh dan dididik oleh Ibunya dengan tekun dan kasih sayang. Ada sebuah riwayat mengatakan bahwasannya di waktu kecil matanya tidak dapat melihat, hal ini membuat sang Ibu bersedih dan berdoa kepada Allah Swt. untuk kesembuhannya. Lalu sang Ibu bermimmpi bertemu dengan Nabi Ibrahim As. yang berkata “Wahai Ibu, Allah telah menyembuhkan mata anakmu karena doamu”, keesokan harinya Imam Bukhari sudah dapat melihat dan sang Ibu pun menjadi gembira .

Imam Bukhari memiliki intelektualitas yang tinggi, Rasyid bin Ismail kakak beliau mengakuinya dan berkata, ”pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah mereka semua karena Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat ”.

A. Perjalanan Menuntut Ilmu

Imam Bukhari memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Hampir semua Negeri Islam telah dikunjunginya, ada riwayat yang mengatakan, “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits.”

Baghdad pada masa itu merupakan ibu kota Negara yang luas akan ilmu pengetahuan. Di negri itu, Imam Bukhari sering menemui Imam Ahmad bin Hambal. Tidak jarang Bukhari mengajaknya untuk menetap di negeri 1001 malam tersebut dan mencela pengarang kitab Musnad Imam Ahmad itu karena hanya berdiam di negeri Khurasan.

Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadits-hadits maupun ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam, beliau bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini dilakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Beliau merawi hadits dari 80.000 perawi dan dapat menghapal hadits sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.

B. Naisabur, Bukhara, Samarkand, dan Wafatnya Beliau

Perjalanan beliau ke Naisabur tahun 864 M (250 H), tempat asal Imam Muslim -Pengarang Shahih Muslim- disambut meriah, termasuk oleh guru Imam Bukhari yang bernama Muhammad bin Yahya al-Zihli. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, “Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga kota memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam Bukhari".

Tak lama beliau tinggal di Naisabur, terjadilah fitnah yang menimpanya mengenai “
al-Quran itu makhluk”. Demi menghindari dari merambatnya ftnah tersebut Imam Bukhari kembali ke Kampung halamannya di Bukhara

Setibanya di sana Beliau disambut meriah oleh penduduk setempat. Tetapi kemudian fitnah kembali menimpanya, yang mana Khalid bin Ahmad al-Zihli –Penguasa Bukhara waktu itu- memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian ia mempunyai alasan untuk mengusir beliau dari Bukhara. Tak lama setelah itu Imam Bukhari diusir dari kampung halamannya.

Suatu ketika atas permintaan warga Samarkand agar Imam Bukhari menetap di negri mereka. Sebelum tiba di Samarkand beliau lebih dahulu singgah di Khartand -sebuah desa kecil yang jaraknya dua farsakh sebelum Samarkand- untuk mengunjungi beberapa familinya yang ada disana. Di Desa kecil ini beliau jatuh sakit hingga menemui ajalnya. Imam Bukhari wafat pada malam Sabtu waktu Isya bertepatan dengan malam hari raya Idul Fitri 870 M (256 H) .


C. Karya-karya Imam Bukhari

Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
1. Al-Jami’ as-Sahih (Sahih Bukhari).
2. Al-Adab al-Mufrad.
3. Al-Tarikh as-Sagir.
4. Al-Tarikh al-Awsat.
5. Al-Tarikh al-Kabir.
6. Al-Tafsir al-Kabir.
7. Al-Musnad al-Kabir.
8. Kitab al-’Ilal.
9. Raf’ul-Yadain fis-Salah.
10. Birrul-Walidain.
11. Kitab al-Asyribah.
12. Al-Qira’ah Khalf al-Imam.
13. Kitab ad-Du’afa.
14. Asami as-Sahabah.
15. Kitab al-Kuna.

II. Penulisan Al-Jam‘I Al-Shahih

A. Kronologi Penulisan Al-Jam‘I Al-Shahih

Sebuah riwayat mengatakan bahwasannya Ishaq bin Ibrahim al-Hanzhali atau dikenal dengan Ibnu Râhâwayh -guru Imam Bukhari- berkata : Kenapa kalian tidak mengumpulkan satu kitab yang ringkas untuk keshahihan sunnah Nabi Saw. Perkataan itu mengena di hati Imam Bukhari sehingga beliau mengarang buku al-Jâam‘I al-Shahih.

Begitu pula Imam Bukhari berkata: “Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta’bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits Rasulullah SAW. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami’ as-Sahih”.

B. Metode Penulisan Al-Jam‘I al-Shahih

Imam Bukhari menyusun hadits-haditsnya menurut bab-bab fikih, ketelitian beliau dalam menyelidiki prihal para perawi sangatlah ketat sehingga dapat dipastikan bahwa hadits yang ditulisnya memang benar-benar shahih. Disamping itu beliau juga melakukan komparasi terhadap hadits-hadits yang diriwayatkan dan memilih diantaranya yang paling shahih, sehingga Imam Bukhari berkata “Aku susun kitab Al-Jami’ ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun ”. Kehati-hatian beliau dalam memilih hadits-hadits juga sangat waspada hal ini tampak pada perkataan muridnya bernama al-Fibrari bahwasannya ia mendengar dari Imam Bukhari, “Aku susun kitab Al-Jami’ as-Sahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan ke dalamnya sebuah hadits pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar sahih”.

Ibnu Shalah, dalam mukaddimahnya, Shahih Bukhari ini memuat 7275 hadits, selain itu ada hadits-hadits yang dimuat berulang, ada 4000 hadits yang dimuat utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin Al-Nawawi dalam kitab Al-Taqrib. Lain dari itu, Ibnu Hajar al-Atsqalani –sebagaimana yang termaktub dalam mukaddimah Fathul Bâri- ada 7397 buah hadits dengan pengulangan sedangkan tanpa pengulangan sebanyak 2602 hadits. Perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits tersebut berimplikasi pada perhitungan yang berbeda diantara para ahli hadits dalam menilai Shahih Bukhari.

C. Pandangan Para Cendikiawan Muslim

Setelah Imam Bukhari menyelesaikan karangannya mengenai kitab Shahih ini, beliau mengajukannya kepada Imam Ahmad bin Hambal, Yahya bin Mu‘ayyan, ‘Ali bin al-Madînî dan mereka memujinnya serta bersaksi mengenai keshahihan al-jami al-Shahih ini kecuali empat hadits saja.

Kira-kira seabad setelah Shahih Bukhari tersusun, muncullah beberapa ulama hadits yang menkritisi isi buku tersebut. Mereka antara lain adalah; al-Dâruquthni (wafat 385 H), Abu Ali al-Ghassani (wafat 365 H), dan lain-lain. Kritikan para ulama (yang tertuju tidak lebih dari 100 hadits) dari sudut pandang ilmu hadits yang menurut mereka, terdapat juga hadits dha‘if dalam shahih Bukhari. Kendati demikian, 3 abad setelah kritikan tersebut justru muncul ulama hadits yang membela dan membantah kritikan ulama sebelumnya. Ibnu Shalah mengomentari kitab Bukhari yang satu ini sebagai ashohhu al-Kutub b‘ada al-Quran (Buku yang paling otentik setelah al-Quran). Bahkan pendapat ini mendapat dukungan dari ulama setelanya, seperti Imam Nawawi (wafat 852 H), Ibnu Hajar (wafat 852 H) yang mana pada akhirnya menjadi kesepakatan Jumhur Ulama Ahlu Sunnah.

III. Buku-Buku Syarah, Tahkik dan Mukhtshar dari Al-Jam‘I al-Shahih

Pada masa-masa -sekitar seabad- setelah kitab Shahih ini tersusun, muncul beberapa buku yang mensyarah (menerangkan maksud, memperjelas, mengomentari) hadits yang termaktub dalam Shahih Bukhari. Mungkin saat ini sudah ada 100 syarah telah disusun oleh para ulama, dari sekian syarah yang terkenal diantaranya adalah:
1. Fathu al Bâri, oleh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar al-‘Atsqolani –Ibnu Hajar aja biar ngga’ kepanjangan - (wafat 853 H)
2. Irsyadu al-Sâri, oleh Ahmad bin Muhammad al-Mishri al-Qasthalani (wafat tahun 923 H)
3. ‘Umdatu al-Qâri, oleh al-‘Aini (wafat 855 H)
4. Al-Tawsyih, oleh Jalaluddin al-Suyuthi.

Hingga saat ini buku Fathu al-Bâri masih menempati posisi pertama dalam men-syarah kitab Shahih Bukhari sehingga kitab ini (Fathu al-Bâri) mendapat julukan “Raja Syarah Bukhari”.

Selain itu masih terdapat buku yang mentakliq (memberi komentar/penjelasan pada bagian-bagian tertentu), dan adapula yang meringkas atau yang sering dikenal dengan mukhtashar seperti kitab al-Tajridu al-Shahih, oleh Ahmad bin Ahmad bin Abdul Lathif al-Syiraji al-Zabidi (wafat 983 H).

V. Epilog
Sosok Imam Bukhari dengan Al-Jâm‘I al-Shahih-nya benar-benar menjaga warisan Nabi Saw. dan sudah sepatutnya bagi kita untuk melanjutkan perjuangan ulama-ulama terdahulu. Penulis sadar akan apa yang tertuang dalam tulisan ini masih sangat kurang, semoga catatan ringkas ini dapat menjadi bahan diskusi kita nantinya. Wallahu ‘Alam Bisshawwâb.


                                                                                                                     Bawwabah, 28 Syawal 1428 H


Refrensi:

1. Imam Bukhari, Al-Jâm‘I Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashar Min Hadîtsi Rasulillahi Wa Sunanihi Wa Ayyâmihi, Thn 2001, Rev ke-09
2. Imam Syuyuthi Tadrîbu al-Râwy fî Syarhi Taqrîbi al-Nawawy, ditahkik oleh Muhammad Ayman bin Abdullah al-Sybrâwy Maktabah Dârul Hadits Kairo Cet. 2004.
3. Muqoddimah Fathul bâry, cet. Thn.2000 maktabah dârul al-Taqwa Kairo.
4. Abdul Mahdi bin Abdul Qodir bin Abdul Hadi, ‘Ilmu al-Jarhu wa al-T‘adîlu, Cet.II thn. 1998
5. http://id.wikipedia.org
6. www.kisahislam.com
7. http://salafy.wordpress.com/2007/03/07/imam-bukhori/
8. http://id.wikipedia.org/wiki/Cara_Imam_Bukhari_dalam_menulis_kitab_hadits/
9. www.forum.asyraaf.com

Bookmark and Share

Thursday, February 12, 2009

Muslim dan “kelompok-kelompok” di dalam Islam

Kali ini, CatHar ingin berbagai keyword berupa sikap kita -sebagai seorang muslim- terhadap kelompok, aliran, sekte, firqah, madzhab, group atau bahasa apa saja yang sejenisya. Semoga pembaca dapat menikmatinya.

"Wahai orang-orang beriman! bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah Mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang Neraka, lalu Allah Menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah Menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk" (Ali Imran 102-103).

Ayat di atas semoga bisa menjadi pegangan sebelum kita memasuki (bergabung) kelompok-kelompok yang ada di dalam Islam.

Pada dasarnya, baik NU, Muhammadiyah, HTI, FPI, Usrah, Persis, Tarbiyah PKS, Jamaah Tabligh dan beberapa kelompok yang ada merupakan aset tersendiri bagi Islam karena itu Ijtihad dalam Islam berkembang.

Sebut misalnya dalam masalah fikih, ketika di NU mewajibkan doa qunut di setiap shalat subuhnya dan Muhammadiyah tidak, Mana yang benar? Jawabanya: baik NU juga Muhammadiyah memiliki Ijtihad masing-masing mengenai hal tersebut, dan mengenai ijtihad Rasul Saw bersabda, "Ijtihad itu kalau benar mendapatkan 2 pahala sedangkan kalau salah mendapatkan 1 pahala".

Kesemua kelompok di dalam Islam itu sah-sah saja untuk diikuti, perbedaannya teletak pada "carapandang" mereka terhadap Islam. Nu mempunyai carapandang tersendiri bagaimana kita ber-Islam, begitu pula HTI, Muhammdiyah, Tarbiyah dan lain sebagainya. Dengan catatan, kelompok-kelompok itu masih dalam kerangka Al-Quran dan Asunnah.

Sekarang, Bagaimana kita memahami Islam? jangan sampai kita mengikuti suatu kelompok tanpa pemahaman agama yang benar. karena akibatnya fatal. Contohnya yang pernah terjadi di Indonesia, ada orang-orang Nu yang menjelek-jelekan orang Muhammadiyah hanya karena Qunut begitu pula sebalikanya, bukankah ini menimbulkan perpecahan umat? kemudian ada orang Jamaah Tabligh (JT) melihat orang yang tidak menggunakan jalabiyah (pakaian orang arab) dihukumi tidak mengikuti sunnah Rasul Saw? juga ada jamaah (kelompok) yang melarang menikahi orang diluar jamaahnya? dan masih banyak contoh-contoh lain yang sebenarnya Islam tidak menginginkan demikian.

Disinilah peran penting pemahaman Islam yang benar, karena hal ini menjadi pondasi (pijakan) bagi kita untuk melangkah sehingga tidak sekedar "ikut-ikutan" saja. cobalah seandainya mereka memahami bahwa qunut itu merupakan hal yang sunnah bukan wajib sama posisinya seperti shalat rawatib atau puasa senin kamis -dalam hal sunah ini kalau mengerjakan mendapat pahalah dan jikalau ditinggalkan tidak mendapat dosa- tentunya tidak terjadi saling olok-mengolok antara mereka, Kemudian orang JT, jika dia paham apa itu sunnah, tentunya tidak akan mengatakan orang yang tidak mengenakan jalabiyah tidak mengikuti sunnah, dan terakhir jikalau mereka paham akan pengertian Nikah dalam Islam, sebagaimana yang Rasulullah Saw ajarkan tentunya tidak ada aturan sesempit itu.

Jadi, sebenarnya kelompok-kelompok yang ada selagi dalam ranah Al-Quran dan Al-sunah merupakan rahmat Allah Swt dan bukti luasnya Ijtihad dalam Islam, akan tetapi tidak sedikit orang yang berkecimpung di dalamnya hanya sekedar "ikut-ikutan" saja sehingga timbul pemahaman-pemahaman Islam yang salah seperti contoh di atas. Dan ini bisa menimbulkan perpecahan Umat bahkan parahnya sampai saling kafir-mengkafirkan. Naudzubillah

Saya sebagai seorang muslim, hanya bisa memberikan saran, perlunya bagi kita untuk memahami Islam yang benar sebelum kita bergabung ke dalam kelompok-kelompok yang ada dalam Islam, agar tidak sekedar ikut-ikutan. Dan untuk memahami Islam yang benar itu banyak jalannya, di sekitar kita masih ada pengajian di masjid-masjid kemudian bacaan-bacaan keislaman banyak tersebar di mana-mana, kaset,CD ceramah agama yang dijual dipasaran juga tidak sedikit, terlebih lagi ada Internet sebagai akses informasi global.

Terakhir, mungkin ayat ini dapat kita jadikan pegangan jikalau sudah memasuki suatu kelompok tertentu, “Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara keduan saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. Wahai Orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Hujurât [49] : 10-11). Wallahu a'lam bi’s Shawaab

Bookmark and Share

Tokoh Pelajar Islam Indonesia (PII) berjuluk Architect of Indonesian Dialogue, Anton Timur Jaelani Berpulang ke Rahmatullah

Berikut keyword mengenai Prof. Anton Timur Jaelani MA dari Milis JSP_PII. Semoga bermanfaat.

Hidayatullah. com— Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Prof Anton Timur Jaelani MA, pendiri PII telah berpulang Pendiri PII itu meninggal dunia pada usia 86 tahun, hari Sabtu (7/2), pukul 11 WIB, di kediamannya Jalan Kramat VII Nomor 9, Jakarta Pusat.

Almarhum yang lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 27 Desember 1922 juga merupakan tokoh pejuang dan pendiri organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) pada 4 Mei 1947.

Jenazahnya semula akan dimakamkan di pemakaman keluarga di Singaparna, Tasikmalaya. Namun atas permintaan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni dan Wakil Ketua MPR AM Fatwa yang hadir melayat di kediaman kepada istri almarhum, Ny. Tejaningsih, akhirnya disepakati jenazah dimakamkan di komplek UIN Syarif Hidayatullah Ciputat pada hari Ahad, pukul 12.00.

Almarhum pada tahun 50-an menjadi guru di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Sekolah Persiapan IAIN (SPIAIN). Tahun 1956 meneruskan studi di Kanada, seusai pensiun dari Depag aktif di bidang pendidikan antara lain di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Universitas Juanda Bogor dan Ketua STAI Thawalib Jakarta (1985-1997). Beliau bukan hanya aset Depag tapi juga merupakan aset nasional

Irjen M. Suparta mewakili Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni melepas kepergian jenazah almarhum Prof. Anton Timur Jaelani, MA yang wafat dalam usia 86 tahun dari rumah duka Jl. Kramat VII No. 9 Jakarta Pusat, Ahad siang.

Almarhum adalah Irjen Departemen Agama pertama (1972-78) dan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam pertama (1978-83),

Tampak hadir takziyah Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, Wakil Ketua MPR AM Fatwa, Menteri Kehutanan MS Ka`ban, Kabalitbang Depag Atho Mudzhar dan Kapus Pinmas Masyhuri AM, serta sejumlah kerabat dan kader PII dan HMI.

Menurut Irjen Suparta, almarhum bukan hanya aset Departemen Agama, melainkan juga sebagai aset bangsa. Karena profesor Anton telah banyak berperan dalam bidang pendidikan, termasuk mendirikan organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) pada 4 Mei 1947.

Anton Timur Jaelani lahir di Kauman Purworejo, Jawa Tengah, 27 Desember 1922 dari pasangan R. Moh. Jaelani dan Siti Fatimah meninggalkan istri tercinta Ny. Tejaningsih. Pada tahun 50-an menjadi guru di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Sekolah Persiapan IAIN (SPIAIN). Tahun 1956 meneruskan studi di Mc Gill University Kanada. Sebagai pengajar pascasarjana di IAIN (kini UIN) Jakarta, almarhum juga aktif di berbagai kampus, yakni Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Universitas Juanda Bogor dan Ketua STAI Thawalib Jakarta.

Sosok Anton Timur Jaelani juga dikenal sebagai seorang aktivis yang sejak muda sangat mempedulikan keseimbangan antara aspek ilmu pengetahuan dan spiritual. Pada 4 Mei 1947, bersama Yoesdi Ghazali, Amin Syahri, dan Ibrahim Zarkasy, Anton mendirikan organisasi Pelajar Islam Indonesia, di Yogyakarta.

Almarhum pernah menjadi delegasi Indonesia pada World Conference on Religion and Peace di New Delhi (1981), Seoul (1986), Kathmandu (1990) dan Roma (1994). Mendapat julukan sebagai Architect of Indonesian Dialogue. [cha, berbagai sumber/www.hidyatul lah.com]

fata

Bookmark and Share

Thursday, January 15, 2009

We Will Not Go Down For Gaza

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Michael Heart

Bookmark and Share

Sunday, December 28, 2008

Aku dan PII

Dua hari belakangan ini aku selalu terpikirkan untuk menulis sebuah “sekolah” yang telah mendidikku di luar sekolah. Ini menimbulkan stimulus agar menjadikannya (baca: sekolah) keyword di CatHar hari ini. Banyak sebenarnya yang ingin aku tuliskan mengenai “sekolah” satu ini, akan tetapi karena keterbatasan daya ingat, harus diminimalisir juga agar tidak berbicara “overclock” nantinya, sembari menjaga pertanggung jawaban di hari kemudian. “Sekolah” tersebut bernama PII atau tepatnya lagi Pelajar Islam Indonesia, semoga teman-teman menikmati keyword kali ini.

Pelajar Islam Indonesia (PII), merupakan–sebagaimana dikutip bang Djayadi Hanan dalam bukunya “Gerakan Pelajar Islam di Bawah Bayang-bayang Negara” dari M.Rusli Karim- organisasi pelajar tertua setelah kemerdekaan Indonesia, bergerak di bidang sosial-pendidikan dan dakwah, lahir di Yogyakarta, 4 Mei 1947. Pendirian organsiasi ini dilatar belakangi oleh motivasi keagamaan dan motivasi kebangsaan. Ayat al-Quran yang menjadi rujukan adalah Surat Ali Imran [3] : 104 yang artinya “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Sedang motivasi kebangsaan terlihat dari gerakan PII sebagai organisasi yang lahir di masa mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Di sini PII telah menunjukkan komitmennya yang besar terhadap keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Andil PII terhadap Negara ini terbukti dengan adanya amanat almarhum Jenderal Soedirman (Panglima Besar Angkatan Perang RI) pada resepsi Hari Bangkit (HARBA) I PII, 4 Mei 1948-PII memperingati hari lahirnya dengan istilah HARBA bukan Hari Ulang Tahun HUT- yang bunyinya:

...Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku PII, sebab saya tahu bahwa telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara... Teruskan perjuanganmu, hai anak-anakku Pelajar Islam Indoneisa. Negara kita adalah negara baru, di dalamnya penuh onak dan duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia”.

Juga, Presiden Soeharto ikut mengakui peran PII dalam sambutannya pada peringatan Isra’ Mi’raj yang diselenggarakan PB PII di Jakarta tanggal 13 September 1966:

Saya mengenal PII sebagai satu organisasi pemuda pelajar yang saat-saat tenaganya dibutuhkan oleh bangsa dan revolusi, selalu tergolong yang pertama-tama tampil ke depan dengan semangat juang dan berkorban yang tinggi disertai rasa tanggungjawab yang besar. Indonesia pada waktu sekarang tidaklah hanya membutuhkan warga negara yang cerdas otaknya dan kuat badannya tetapi yang lebih penting daripada itu aialah kita membutuhkan warga negara yang mempunyai i’tikad baik, mau bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan tinggi mentalnya. Kami yakin, dengan agama Islam sebagai dasar dan titik tolak pemikiran, maka PII tentu akan merupakan potensi yang ampuh dalam mengamankan Pancasila dalam usahanya menyelamatkan revolusi dan menegakkan keadilan dan kebenaran”.

Demikianlah cuplikan singkat mengenai PII, untuk lebih mengenal kembali mungkin buku “Gerakan Pelajar Islam di bawah bayang-bayang Negara” karangan Bang Djayadi Hanan dan buku “Warna-warni PII” dari JSP PII dapat membantu.

Masih segar dalam ingatanku, ketika pertama kali aku mengenal “sokolah” PII ini. Kala itu, di Pondok Pesantren Ngabar Ponorogo, tahun 2000 Pengurus Pusat Pelajar Islam “Wali Songo” (P3IWS) –di tahun 2003 berganti nama menjadi Organisasi Santri Wali Songo (OSWAS)-, yang dulunya merupakan basis PII daerah Ponorogo, mengadakan program BIB (Belajar Islam Bersama). Banyak materi yang diberikan namun yang teringat olehku hingga saat ini adalah materi “Security” yang memiliki prinsip “Buka mata Lebar-lebar, buka telingan lebar-lebar dan tutup mulut rapat-rapat”. Di BIB ini kak Adli Nurzaka sebagai instruktur memperkenalkan PII kepada para peserta termasuk aku.

Empat tahun berlalu, PII sudah jarang sekali terdengar di telinga para santri “Wali Songo”, hal ini dikarenakan sistem pondok yang telah lama melepaskan diri dari PII dengan dalih independensi institusi, dan telah lulusnya para kader-kader PII dari pesantren. Padahal harus diakui bahwa, majunya gerakan organisasi santri Pondok Pesantren Wali Songo (PPWS) waktu itu adalah jasa dari para kader-kader PII yang menyumbangkan ide-ide pemikiran yang progresif dan kritis. Bahkan, di sela-sela acara ceremonial OSWAS –yang waktu itu saya pimpin- Pimpinan Pondok Bapak, K.H Zainudin As, Lc mengakui andil PII dalam membangun struktur kepengurusan masjlis riyasatil ma’had (MRM) (?)–setingkat MPR kalau di Pemerintahan Indonesia- di masa-masa awal berdirinya lembaga tersebut.

Beliau (pimpinan pondok) –waktu itu masih ustadz pengajar- sempat meminta bantuan ke kyai Pondok Modern Gontor untuk memberikan solusi mengenai format struktur kepengurusan MRM, akan tetapi pihak Gontor menganjurkan agar berkonsultasi dengan sesepuh-sesepuh yang ada di Wali Songo, akhirnya beliaupun pulang tanpa membawakan hasil. Sehingga teringatlah olehnya akan organisasi pelajar di PPWS yang kala itu tidak lain adalah Pelajar Islam Indonesia.

Tahun 2004 dimana aku masih duduk di kelas V tarbiyatul muallimin PPWS, OSWAS berada dalam kondisi yang kritis, dan dibilang jauh dari sebuah organisasi. Soerjono Soekanto dalam bukunya Sosiologi Sebuah Pengantar menuliskan, “...Organisasi sudah dibentuk, maka diasumsikan akan merupakan suatu identitas tersendiri yang khusus. Hidup organisasi biasanya lama, walaupun terjadi perubahan-perubahan tapi tanpa mengubah identitas yang menjadi strukturnya. Usaha-usaha kolektif para anggota organisasi disebut sebagai melakukan hal-hal yang bersifat formal, karena didasarkan pada organisasi yang memperjuangkan kepentingan bersama. Unsur-unsur organisasi merupakan bagian-bagian fungsional yang berhubungan”. Sedang para pengurus OSWAS waktu itu jarang sekali yang memahami hal ini, bahkan OSWAS hanya dianggap sebagai wadah “kekuasaan” santri agar terbebas dari aturan pondok. Walaupun ada aktifitasnya, kala itu hanyalah “turunan” atau warisan dari periode sebelumnya. Hanya itu.

Melihat kondisi ini, aku pun mulai membuka-buka beberapa arsip yang tersisa di ruang Badan Pengurus Harian (BPH) OSWAS. Di sanalah aku menemukan, beberapa literatur mengenai PII, surat-surat berkopkan PII, juga tidak ketiggalan stempel Pengurus Daerah Istimewa (PDI-PII) Ngabar. Semakin lama aku membaca arsip tersebut, semakin dalam rasa ingin tahuku akan PII itu sendiri.

Karena rasa ingin tahu mengenai PII, aku bersama temanku Aditia Prahmana pergi ke Pengurus Wilayah PII (PW-PII) Jawa Timur di Surabaya, kebetulan waktu itu lagi liburan pesantren dan kami mengikuti acara konsulat jawa timur –sebuah organisasi kedaerahan yang ada di PPWS- di Sidoarjo. Di sela-sela persiapan acara konsutlat aku dan Aditia pergi ke kota Surabaya untuk mencari markas PW-PII Jawa Timur yang terletak di Jalan Kupang PanjaanV/14. Walau agak susah mencari letak pastinya, maklum baru pertama keliling daerah Surabaya, akhirnya aku menemukan sebuah bangunan dua tingkat yang waktu itu masih belum sempurna dengan plang besar di depannya “PW-PII Jawa Timur”.

Aku dan temanku masuk ke dalam bangunan tersebut, di dalamnya kami bertemu dengan Kak Ali, yang ternyata alumni PPWS –mantan P3IWS- yang sepertinya masih aktif di PII Jatim, kemudian tidak lama datang pula Ketua Umum PW-PII Jatim Bang Resapugar yang beberapa hari lagi mau domisioner. Dari sini obrolan kami dimulai tentang PII dan status PDI-PII Ngabar. Apakah PW-Jatim masih mengakui PDI-PII Ngabar sebagai basis PII? Ternyata jawabannya seperti yang aku duga sebelumnya, hingga periode Resapugar 2002-2004 Ngabar masih tercatat sebagai Pengurus Daerah. Dapat ditarik kesimpulan, di sini ternyata kader-kader PII Ngabar selama ini menjadi “anak nakal” di PPWS, sebagaimana PII menjadi “anak nakal” di rezim Orde Baru.

Awal obrolan dengan Bang Resapugar membuatku menjadi “anak nakal”, termasuk teman-teman pengurus angkatanku. Hingga suatu ketika ada surat masuk ke bagian administrasi pesantren –mungkin karena waktu itu para asatidznya juga mantan PII jadi lolos sensor- dari PD-PII Kertosono (?) untuk mengikuti Basic Traning (BATRA) di Kertosono. Kali ini aku pergi bersama Mu’tashim El-Mandiri ke Kertosono untuk mengikutinya. Karena waktu yang kurang tepat –berdekatan dengan hari raya idul fitri- sehingga BATRA pun dibatalkan, -yah, mungkin belum ada kesempatan- akan tetapi ada penawaran dari instruktur, waktu itu Bang Syarifudin Lathif dan Bang Fajar Hanif Wirawan, untuk mengikuti Pra Batra di Ngawi.

Aku dan Elman akhirnya berdiskusi untuk mengikuti pra Batra tersebut, karena status kami santri “kabur” akhirnya aku memutuskan untuk tetap ke Ngawi sedang El-man pulang untuk “mengamankan” situasi di pesantren. Dari Pra Batra yang berlangsung tiga hari tiga malam itulah, aku mulai mengenal PII, dimana PII juga mengenalkanku lebih dalam mengenai ukhuwah, organisasi dan beberapa materi-materi yang sangat berarti lainnya.

Beberapa bulan setelah Pra Batra, datang lagi surat masuk dari PW-PII Jatim dengan agenda RAPIMWIL plus Batra dan Intra di Pare-Kabupaten Kediri, tanggal 20-27 Januari 2005. Satu hari sebelum RAPIMWIL di Pare, Aku dan Heru Santoso (juga teman satu kepengurusan di OSWAS) mulai mengatur siasat untuk keluar pesantren, disamping aku juga mempersiapkan dua kader, Susantri dan Syarifudin, yang akan diutus mengikuti traning setelah RAPIMWIL. Akhirnya kami berempat pergi jam 03.00 pagi dengan mengambil bus jurusan Treanggalek kemudian diteruskan dengan bus jurusan Kediri. Aku dan Heru hanya mengikuti Rapimwil saja karena waktunya bertepatan dengan ujian kelulusan kelas VI (3 Aliyah) -padahal ingin sekali mengikuti Traning waktu itu- sedang untuk Batra, Susantri dan Syarifudin, yang menjadi utusan PD Ngabar. Lagi-lagi belum ada kesempatan Batra.

Hingga tahun 2006, setelah aku menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar, barulah aku, El-Man dan Heru Santoso dapat mengikuti Batra dari PWI.PII Mesir –setelah Muknas di Pontianak(?) menjadi Pwk.PII Mesir-, yang ketua umumnya Bang Auli ul-Haq Marzuki dari Aceh. Dari awal Basic ini aku mulai aktif di PII, tidak lagi berada di “bawah tanah”.

Aku lebih banyak intens di PII mungkin ketika aku berinteraksi dengan orang-orang Pwk.PII Mesir periode 2006-2008. Dimana Saudara Rashid Satari (panggilan akrab Bang Ochid) menjadi ketua terpilih dalam Konferensi Wilayah ke V di Wisma Nusantara. Di periode tersebut, aku diamanahi menjadi Biro Kesekretariatan PII sehingga harus tinggal di sekretariat. Dari sini aku banyak mengenal para instruktur pun teman-teman PII yang unik, seperti Udo Yamin Efendi, Ahmad Tirmidzi Lc. Dpl, Hamzah Amali, Rashid Satari, Gana Pryadarizal Anaedi Putra, Irsyad Azizi, Zulfi Akmal, Teguh Hudaya, Aulia ul Hak Marzuki, Aidil Susandi, Feri Ramadhansyah, Zainal Mukhlis, Erqin, Irfan Prima Putra, Agus Solehudin, Agus TR, Fery Firmansyah, Asep Sofyan (Ogay), Irfan Fathina, Yunan, teh Uci, teh Shofi, Hamidah, Majidah, dan masih banyak lagi, yang kalau dituliskan disini bisa jadi data base nantinya.

Banyak kenangan di sela-sela ukhuwah itu semua, dari PII aku belajar kedewasaan berintraksi, berfikir dan berkomunikasi. Secara tidak langsung PII telah mendidikku sebagai seorang yang empati terhadap pelajar, terhadap Islam dan Indonesia. Uhibbu PII fillah

26 Desember 2008/ 28 Dzulhijjah 1929
Nasr City, Kairo.

Bookmark and Share

Wednesday, December 24, 2008

Peta

22 Desember 2008 / 24 Dzulhijjah 1429

Kali ini, kata kunci yang saya berikan adalah PETA. Kenapa Peta?, mari ktia minyimak sejenak akan arti dari sebuah peta.

W.J.S. Poerwadarminta telah menyusun kamus umum Bahasa Indonesia yang diolah oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. Kamus yang diterbitkan di Balai Pustaka tahun 1976 itu mengatakan bahwa Peta adalah gambar yang menyatakan bagaimana letak tanah, laut kali, gunung dsb. Jadi kalau peta angin adalah gambar yang melukiskan tentang peredaran atau perjalanan angin, peta bumi adalah gambar yang melukiskan tanah, pegunungan dan sungai-sungai, peta laut adalah gambar yang melukiskan laut, pulau-aliran ombak dsb dan peta timbul, peta yang dilukiskan dengan tanah liat dsb sehingga gambarnya seperti keadaan yang sebenarnya.

Alhamdulilah, dua hari yang lalu aQ talah membuat peta yang ringan mengenai sejarah sunnah (Tárikh Sunnah) Nabi Muhammad Saw. Buku setebal 288 halaman itu terpetakan dengan garis-garis yang hanya satu halaman saja. Sederhana kan.

Tarikh Sunnah, Buku yang ditulis oleh Prof.Dr Al-khusyu‘i Al-khusyu‘i Muhammad Al-khusyu‘i tersebut memberikan banyak sekali “kunci-kunci” dasar dalam memahami perkembangan Tarikh yang berkaitan dengan Sunnah. Sebagai gambaran saja, dalam peta ini aQ menggambarkan pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan dari buku itu, di dalam buku Tarikh Sunnah ada pembahasan mengenai definisi-definisi dari hadits, sunnah, atsar, khabar, isnad, matan dan manhaj muhaditsin, di sana pokok bahasannya adalah definisi-definisi, sedang hadits, sunnah serta yang lain adalah sub pokok bahasan. Kemudian ada pembahasan mengenai metode (manhaj) para sahabat dalam menerima dan meriwayatkan hadits, mereka (para sahabat) ada yang bergantian dalam menerima hadits, ada yang dengan cara menanyakan kepada sesiapa yang telah mendengar hadits secara langsung dari Rasulullah Saw, ada juga yang berpendirian untuk memverifikasikan ( jarah dan ta’dil) hadits dlsb, di sini sub pokok bahasannya adalah metode para sahabat dalam menerima dan meriwayatkan hadits sedang beberapa contoh cara penerimaan hadits di atas adalah sub pokok bahasannya. Dan masih banyak lagi gambar-gambar yang menggariskan antara pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan dalam peta tersebut.

Tidak lama setelah itu, tepatnya setelah Isya pukul 07.34 PM waktu Kairo, temanQ Mu’tashim El-Mandiri juga memetakan hidupnya. Peta yang dibuantnya di dalam laptop tersebut terlihat sederhana namun menerutQ memiliki makna yang tiada tara baginya. Peta itu, hanya berupa kotak-kotak umur dari awal kelahiran hingga umur 90 tahun,” angan-angan umur kita panjang insya Allah” tuturnya.

Peta yang terinspirasi dari Marwah Daud Ibrahim P.hd ini diambil dari bukunya yang berjudul “Mengelola hidup dan Merencanakan Masa Depan”. Sederhananya, peta ini hanya dipenuhi kolom-kolom sebanyak umur yang diprediksikan, dengan tiap kolomnya mempunyai tiga kotak, satu kotak besar kosong dengan pojok kanan berisi dua kotak kecil yang menyatu, yang atas untuk umur dan yang bawah untuk tahun. Di kotak besar itulah, tempat mengisi momen-momen penting yang terjadi ataupun merencanakan yang akan terjadi.

Mungkin keyword hari ini cukup sekian saja, peta di atas adalah gambaran kecil untuk mempermudah jalan dalam memahami pelajaran. Sedang teman-teman mungkin dapat memetakan berbagai macam pelajaran sampai permasalahan hidup sekalipun agar tertata dengan rapi.

Semoga keyword ini bermanfaat.

Bookmark and Share