Sunday, December 28, 2008

Aku dan PII

Dua hari belakangan ini aku selalu terpikirkan untuk menulis sebuah “sekolah” yang telah mendidikku di luar sekolah. Ini menimbulkan stimulus agar menjadikannya (baca: sekolah) keyword di CatHar hari ini. Banyak sebenarnya yang ingin aku tuliskan mengenai “sekolah” satu ini, akan tetapi karena keterbatasan daya ingat, harus diminimalisir juga agar tidak berbicara “overclock” nantinya, sembari menjaga pertanggung jawaban di hari kemudian. “Sekolah” tersebut bernama PII atau tepatnya lagi Pelajar Islam Indonesia, semoga teman-teman menikmati keyword kali ini.

Pelajar Islam Indonesia (PII), merupakan–sebagaimana dikutip bang Djayadi Hanan dalam bukunya “Gerakan Pelajar Islam di Bawah Bayang-bayang Negara” dari M.Rusli Karim- organisasi pelajar tertua setelah kemerdekaan Indonesia, bergerak di bidang sosial-pendidikan dan dakwah, lahir di Yogyakarta, 4 Mei 1947. Pendirian organsiasi ini dilatar belakangi oleh motivasi keagamaan dan motivasi kebangsaan. Ayat al-Quran yang menjadi rujukan adalah Surat Ali Imran [3] : 104 yang artinya “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Sedang motivasi kebangsaan terlihat dari gerakan PII sebagai organisasi yang lahir di masa mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Di sini PII telah menunjukkan komitmennya yang besar terhadap keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Andil PII terhadap Negara ini terbukti dengan adanya amanat almarhum Jenderal Soedirman (Panglima Besar Angkatan Perang RI) pada resepsi Hari Bangkit (HARBA) I PII, 4 Mei 1948-PII memperingati hari lahirnya dengan istilah HARBA bukan Hari Ulang Tahun HUT- yang bunyinya:

...Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku PII, sebab saya tahu bahwa telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara... Teruskan perjuanganmu, hai anak-anakku Pelajar Islam Indoneisa. Negara kita adalah negara baru, di dalamnya penuh onak dan duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia”.

Juga, Presiden Soeharto ikut mengakui peran PII dalam sambutannya pada peringatan Isra’ Mi’raj yang diselenggarakan PB PII di Jakarta tanggal 13 September 1966:

Saya mengenal PII sebagai satu organisasi pemuda pelajar yang saat-saat tenaganya dibutuhkan oleh bangsa dan revolusi, selalu tergolong yang pertama-tama tampil ke depan dengan semangat juang dan berkorban yang tinggi disertai rasa tanggungjawab yang besar. Indonesia pada waktu sekarang tidaklah hanya membutuhkan warga negara yang cerdas otaknya dan kuat badannya tetapi yang lebih penting daripada itu aialah kita membutuhkan warga negara yang mempunyai i’tikad baik, mau bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan tinggi mentalnya. Kami yakin, dengan agama Islam sebagai dasar dan titik tolak pemikiran, maka PII tentu akan merupakan potensi yang ampuh dalam mengamankan Pancasila dalam usahanya menyelamatkan revolusi dan menegakkan keadilan dan kebenaran”.

Demikianlah cuplikan singkat mengenai PII, untuk lebih mengenal kembali mungkin buku “Gerakan Pelajar Islam di bawah bayang-bayang Negara” karangan Bang Djayadi Hanan dan buku “Warna-warni PII” dari JSP PII dapat membantu.

Masih segar dalam ingatanku, ketika pertama kali aku mengenal “sokolah” PII ini. Kala itu, di Pondok Pesantren Ngabar Ponorogo, tahun 2000 Pengurus Pusat Pelajar Islam “Wali Songo” (P3IWS) –di tahun 2003 berganti nama menjadi Organisasi Santri Wali Songo (OSWAS)-, yang dulunya merupakan basis PII daerah Ponorogo, mengadakan program BIB (Belajar Islam Bersama). Banyak materi yang diberikan namun yang teringat olehku hingga saat ini adalah materi “Security” yang memiliki prinsip “Buka mata Lebar-lebar, buka telingan lebar-lebar dan tutup mulut rapat-rapat”. Di BIB ini kak Adli Nurzaka sebagai instruktur memperkenalkan PII kepada para peserta termasuk aku.

Empat tahun berlalu, PII sudah jarang sekali terdengar di telinga para santri “Wali Songo”, hal ini dikarenakan sistem pondok yang telah lama melepaskan diri dari PII dengan dalih independensi institusi, dan telah lulusnya para kader-kader PII dari pesantren. Padahal harus diakui bahwa, majunya gerakan organisasi santri Pondok Pesantren Wali Songo (PPWS) waktu itu adalah jasa dari para kader-kader PII yang menyumbangkan ide-ide pemikiran yang progresif dan kritis. Bahkan, di sela-sela acara ceremonial OSWAS –yang waktu itu saya pimpin- Pimpinan Pondok Bapak, K.H Zainudin As, Lc mengakui andil PII dalam membangun struktur kepengurusan masjlis riyasatil ma’had (MRM) (?)–setingkat MPR kalau di Pemerintahan Indonesia- di masa-masa awal berdirinya lembaga tersebut.

Beliau (pimpinan pondok) –waktu itu masih ustadz pengajar- sempat meminta bantuan ke kyai Pondok Modern Gontor untuk memberikan solusi mengenai format struktur kepengurusan MRM, akan tetapi pihak Gontor menganjurkan agar berkonsultasi dengan sesepuh-sesepuh yang ada di Wali Songo, akhirnya beliaupun pulang tanpa membawakan hasil. Sehingga teringatlah olehnya akan organisasi pelajar di PPWS yang kala itu tidak lain adalah Pelajar Islam Indonesia.

Tahun 2004 dimana aku masih duduk di kelas V tarbiyatul muallimin PPWS, OSWAS berada dalam kondisi yang kritis, dan dibilang jauh dari sebuah organisasi. Soerjono Soekanto dalam bukunya Sosiologi Sebuah Pengantar menuliskan, “...Organisasi sudah dibentuk, maka diasumsikan akan merupakan suatu identitas tersendiri yang khusus. Hidup organisasi biasanya lama, walaupun terjadi perubahan-perubahan tapi tanpa mengubah identitas yang menjadi strukturnya. Usaha-usaha kolektif para anggota organisasi disebut sebagai melakukan hal-hal yang bersifat formal, karena didasarkan pada organisasi yang memperjuangkan kepentingan bersama. Unsur-unsur organisasi merupakan bagian-bagian fungsional yang berhubungan”. Sedang para pengurus OSWAS waktu itu jarang sekali yang memahami hal ini, bahkan OSWAS hanya dianggap sebagai wadah “kekuasaan” santri agar terbebas dari aturan pondok. Walaupun ada aktifitasnya, kala itu hanyalah “turunan” atau warisan dari periode sebelumnya. Hanya itu.

Melihat kondisi ini, aku pun mulai membuka-buka beberapa arsip yang tersisa di ruang Badan Pengurus Harian (BPH) OSWAS. Di sanalah aku menemukan, beberapa literatur mengenai PII, surat-surat berkopkan PII, juga tidak ketiggalan stempel Pengurus Daerah Istimewa (PDI-PII) Ngabar. Semakin lama aku membaca arsip tersebut, semakin dalam rasa ingin tahuku akan PII itu sendiri.

Karena rasa ingin tahu mengenai PII, aku bersama temanku Aditia Prahmana pergi ke Pengurus Wilayah PII (PW-PII) Jawa Timur di Surabaya, kebetulan waktu itu lagi liburan pesantren dan kami mengikuti acara konsulat jawa timur –sebuah organisasi kedaerahan yang ada di PPWS- di Sidoarjo. Di sela-sela persiapan acara konsutlat aku dan Aditia pergi ke kota Surabaya untuk mencari markas PW-PII Jawa Timur yang terletak di Jalan Kupang PanjaanV/14. Walau agak susah mencari letak pastinya, maklum baru pertama keliling daerah Surabaya, akhirnya aku menemukan sebuah bangunan dua tingkat yang waktu itu masih belum sempurna dengan plang besar di depannya “PW-PII Jawa Timur”.

Aku dan temanku masuk ke dalam bangunan tersebut, di dalamnya kami bertemu dengan Kak Ali, yang ternyata alumni PPWS –mantan P3IWS- yang sepertinya masih aktif di PII Jatim, kemudian tidak lama datang pula Ketua Umum PW-PII Jatim Bang Resapugar yang beberapa hari lagi mau domisioner. Dari sini obrolan kami dimulai tentang PII dan status PDI-PII Ngabar. Apakah PW-Jatim masih mengakui PDI-PII Ngabar sebagai basis PII? Ternyata jawabannya seperti yang aku duga sebelumnya, hingga periode Resapugar 2002-2004 Ngabar masih tercatat sebagai Pengurus Daerah. Dapat ditarik kesimpulan, di sini ternyata kader-kader PII Ngabar selama ini menjadi “anak nakal” di PPWS, sebagaimana PII menjadi “anak nakal” di rezim Orde Baru.

Awal obrolan dengan Bang Resapugar membuatku menjadi “anak nakal”, termasuk teman-teman pengurus angkatanku. Hingga suatu ketika ada surat masuk ke bagian administrasi pesantren –mungkin karena waktu itu para asatidznya juga mantan PII jadi lolos sensor- dari PD-PII Kertosono (?) untuk mengikuti Basic Traning (BATRA) di Kertosono. Kali ini aku pergi bersama Mu’tashim El-Mandiri ke Kertosono untuk mengikutinya. Karena waktu yang kurang tepat –berdekatan dengan hari raya idul fitri- sehingga BATRA pun dibatalkan, -yah, mungkin belum ada kesempatan- akan tetapi ada penawaran dari instruktur, waktu itu Bang Syarifudin Lathif dan Bang Fajar Hanif Wirawan, untuk mengikuti Pra Batra di Ngawi.

Aku dan Elman akhirnya berdiskusi untuk mengikuti pra Batra tersebut, karena status kami santri “kabur” akhirnya aku memutuskan untuk tetap ke Ngawi sedang El-man pulang untuk “mengamankan” situasi di pesantren. Dari Pra Batra yang berlangsung tiga hari tiga malam itulah, aku mulai mengenal PII, dimana PII juga mengenalkanku lebih dalam mengenai ukhuwah, organisasi dan beberapa materi-materi yang sangat berarti lainnya.

Beberapa bulan setelah Pra Batra, datang lagi surat masuk dari PW-PII Jatim dengan agenda RAPIMWIL plus Batra dan Intra di Pare-Kabupaten Kediri, tanggal 20-27 Januari 2005. Satu hari sebelum RAPIMWIL di Pare, Aku dan Heru Santoso (juga teman satu kepengurusan di OSWAS) mulai mengatur siasat untuk keluar pesantren, disamping aku juga mempersiapkan dua kader, Susantri dan Syarifudin, yang akan diutus mengikuti traning setelah RAPIMWIL. Akhirnya kami berempat pergi jam 03.00 pagi dengan mengambil bus jurusan Treanggalek kemudian diteruskan dengan bus jurusan Kediri. Aku dan Heru hanya mengikuti Rapimwil saja karena waktunya bertepatan dengan ujian kelulusan kelas VI (3 Aliyah) -padahal ingin sekali mengikuti Traning waktu itu- sedang untuk Batra, Susantri dan Syarifudin, yang menjadi utusan PD Ngabar. Lagi-lagi belum ada kesempatan Batra.

Hingga tahun 2006, setelah aku menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar, barulah aku, El-Man dan Heru Santoso dapat mengikuti Batra dari PWI.PII Mesir –setelah Muknas di Pontianak(?) menjadi Pwk.PII Mesir-, yang ketua umumnya Bang Auli ul-Haq Marzuki dari Aceh. Dari awal Basic ini aku mulai aktif di PII, tidak lagi berada di “bawah tanah”.

Aku lebih banyak intens di PII mungkin ketika aku berinteraksi dengan orang-orang Pwk.PII Mesir periode 2006-2008. Dimana Saudara Rashid Satari (panggilan akrab Bang Ochid) menjadi ketua terpilih dalam Konferensi Wilayah ke V di Wisma Nusantara. Di periode tersebut, aku diamanahi menjadi Biro Kesekretariatan PII sehingga harus tinggal di sekretariat. Dari sini aku banyak mengenal para instruktur pun teman-teman PII yang unik, seperti Udo Yamin Efendi, Ahmad Tirmidzi Lc. Dpl, Hamzah Amali, Rashid Satari, Gana Pryadarizal Anaedi Putra, Irsyad Azizi, Zulfi Akmal, Teguh Hudaya, Aulia ul Hak Marzuki, Aidil Susandi, Feri Ramadhansyah, Zainal Mukhlis, Erqin, Irfan Prima Putra, Agus Solehudin, Agus TR, Fery Firmansyah, Asep Sofyan (Ogay), Irfan Fathina, Yunan, teh Uci, teh Shofi, Hamidah, Majidah, dan masih banyak lagi, yang kalau dituliskan disini bisa jadi data base nantinya.

Banyak kenangan di sela-sela ukhuwah itu semua, dari PII aku belajar kedewasaan berintraksi, berfikir dan berkomunikasi. Secara tidak langsung PII telah mendidikku sebagai seorang yang empati terhadap pelajar, terhadap Islam dan Indonesia. Uhibbu PII fillah

26 Desember 2008/ 28 Dzulhijjah 1929
Nasr City, Kairo.

Bookmark and Share

Wednesday, December 24, 2008

Peta

22 Desember 2008 / 24 Dzulhijjah 1429

Kali ini, kata kunci yang saya berikan adalah PETA. Kenapa Peta?, mari ktia minyimak sejenak akan arti dari sebuah peta.

W.J.S. Poerwadarminta telah menyusun kamus umum Bahasa Indonesia yang diolah oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. Kamus yang diterbitkan di Balai Pustaka tahun 1976 itu mengatakan bahwa Peta adalah gambar yang menyatakan bagaimana letak tanah, laut kali, gunung dsb. Jadi kalau peta angin adalah gambar yang melukiskan tentang peredaran atau perjalanan angin, peta bumi adalah gambar yang melukiskan tanah, pegunungan dan sungai-sungai, peta laut adalah gambar yang melukiskan laut, pulau-aliran ombak dsb dan peta timbul, peta yang dilukiskan dengan tanah liat dsb sehingga gambarnya seperti keadaan yang sebenarnya.

Alhamdulilah, dua hari yang lalu aQ talah membuat peta yang ringan mengenai sejarah sunnah (Tárikh Sunnah) Nabi Muhammad Saw. Buku setebal 288 halaman itu terpetakan dengan garis-garis yang hanya satu halaman saja. Sederhana kan.

Tarikh Sunnah, Buku yang ditulis oleh Prof.Dr Al-khusyu‘i Al-khusyu‘i Muhammad Al-khusyu‘i tersebut memberikan banyak sekali “kunci-kunci” dasar dalam memahami perkembangan Tarikh yang berkaitan dengan Sunnah. Sebagai gambaran saja, dalam peta ini aQ menggambarkan pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan dari buku itu, di dalam buku Tarikh Sunnah ada pembahasan mengenai definisi-definisi dari hadits, sunnah, atsar, khabar, isnad, matan dan manhaj muhaditsin, di sana pokok bahasannya adalah definisi-definisi, sedang hadits, sunnah serta yang lain adalah sub pokok bahasan. Kemudian ada pembahasan mengenai metode (manhaj) para sahabat dalam menerima dan meriwayatkan hadits, mereka (para sahabat) ada yang bergantian dalam menerima hadits, ada yang dengan cara menanyakan kepada sesiapa yang telah mendengar hadits secara langsung dari Rasulullah Saw, ada juga yang berpendirian untuk memverifikasikan ( jarah dan ta’dil) hadits dlsb, di sini sub pokok bahasannya adalah metode para sahabat dalam menerima dan meriwayatkan hadits sedang beberapa contoh cara penerimaan hadits di atas adalah sub pokok bahasannya. Dan masih banyak lagi gambar-gambar yang menggariskan antara pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan dalam peta tersebut.

Tidak lama setelah itu, tepatnya setelah Isya pukul 07.34 PM waktu Kairo, temanQ Mu’tashim El-Mandiri juga memetakan hidupnya. Peta yang dibuantnya di dalam laptop tersebut terlihat sederhana namun menerutQ memiliki makna yang tiada tara baginya. Peta itu, hanya berupa kotak-kotak umur dari awal kelahiran hingga umur 90 tahun,” angan-angan umur kita panjang insya Allah” tuturnya.

Peta yang terinspirasi dari Marwah Daud Ibrahim P.hd ini diambil dari bukunya yang berjudul “Mengelola hidup dan Merencanakan Masa Depan”. Sederhananya, peta ini hanya dipenuhi kolom-kolom sebanyak umur yang diprediksikan, dengan tiap kolomnya mempunyai tiga kotak, satu kotak besar kosong dengan pojok kanan berisi dua kotak kecil yang menyatu, yang atas untuk umur dan yang bawah untuk tahun. Di kotak besar itulah, tempat mengisi momen-momen penting yang terjadi ataupun merencanakan yang akan terjadi.

Mungkin keyword hari ini cukup sekian saja, peta di atas adalah gambaran kecil untuk mempermudah jalan dalam memahami pelajaran. Sedang teman-teman mungkin dapat memetakan berbagai macam pelajaran sampai permasalahan hidup sekalipun agar tertata dengan rapi.

Semoga keyword ini bermanfaat.

Bookmark and Share

Peran Umat Islam di Era Teknologi Informasi*

Oleh: Andy Hariyono

A. Iftitah
Teknologi informasi merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan dan memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan juga merupakan informasi yang strategis dalam pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.

Perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, seperti e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan saat ini sedang marak-maraknya berbagai huruf yang dimulai dengan awalan “e” seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.

Disadari atau tidak, bahwa penyebab utama terjadinya era globalisasi yang datang lebih cepat adalah karena adanya teknologi informasi. Dengan adanya internet, electronic data, electronic interchange, virtual office dan lain sebagainya mampu menerobos batas-batas fisik antar negara. Demikianlah penggabungan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi sehingga lahirlah sebuah revolusi dalam sistem informasi.

Tak heran jika pakar IBM menganalogikannya dengan perkembangan otomotif sebagai berikut: "seandainya dunia otomotif mengalami kemajuan sepesat teknologi informasi, saat ini telah dapat diproduksi sebuah mobil berbahan bakar solar, yang dapat dipacu hingga kecepatan maximum 10,000 km/jam, dengan harga beli hanya sekitar 1 dolar amerika!”.

Melihat fenomena di atas, sudah seharusnya umat ini (Islam) untuk menguasai teknologi informasi, karena dengan demikian maka citra Islam yang buruk -baik itu purna WTC 11 September silam ataupun karena mis informasi- dapat segera diperbaiki. Untuk itu dalam makalah ini penulis akan membahas 1) Penumbuhan kesadaran akan pentingnya teknologi informasi 2) Teknologi informasi sebagai sarana dakwah 3) Pentingnya kerjasama sesama muslim 4) Sinergitas dalam meraih 'izzul Islam wal muslim.

B. Penumbuhan Kesadaran Akan Pentingnya Teknologi Informasi
Growth of information technology can improve performace and eneble various activity can be executed swiftly, precisely and accurate, so that finally will improve productivity. Growth of information technology show the popping out of various activity type being based on this technology, like e-government, e-commerce, e-education, e-medicine, e-laboratory, and Other, which is all the things have electronics based”. Perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan dan memungkinkan berbagai kegiatan dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Perkembangan teknologi informasi memperlihatkan bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi ini. Seperti e-government, e-commerce, e-education, e-medicine, e-laboratory, dan lainya yang kesemuanya itu berbasiskan elektronika.(Wawan Wardiana, 2002)

Dalam acara pembukaan seminar teknologi informatika dan komunikasi (TIK) road to school di hotel Garde Palace Surabaya, selasa (28/8) Mentri komonikasi dan informatika (Menkominfo), Prof Dr Mohammad Nuh mengatakan, kendala utama dalam pengembangan TI di Indonesia adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran.

Kesadaran harus ditumbuhkan bukan pada orang tua saja, namun bagi pemuda yang memiliki masa depan. Karena pemuda adalah kata kunci pengembangan TI ke depan. Setelah kesadaran, faktor berikutnya yakni prioritas utama dalam pengembangan TI."permasalahan TI begitu luas, karena itu butuh prioritas utama dan tidak mungkin mengambil semua bidang. Perlu ada fokus di bidang mana yang harus dikembangkan," tuturnya.

Untuk memilih fokus, ada dua faktor penting yang perlu diingat, yakni sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan menguasai serta adanya peluang di mana kita memilih (opertunity) (www.jatim.go.id)

Umat Islam sangat perlu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya teknologi informasi tanpa mengenyampingkan al-Quran dan al-Sunah, karena kedua hal itu menjadi tolak ukur dalam kehidupan. Kepentingan ini tidak lain hanyalah untuk meninggikan kalimah Allah Swt, karena -suka tidak suka- jeleknya citra umat Islam saat ini disebabkan kesalahan informasi dan penyalah gunaan teknologi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebut misalnya, tragedi WTC yang menyebabkan umat Islam Amerika diisloir dan mengecap Islam sebagai teroris dunia, walaupun penjajahan atas negeri Palestina tidak dianggap teroris yang jelas-jelas melanggar HAM, dan Denmark kembali mempublikasikan karikatur Nabi Saw ke seluruh dunia, tetapi karena kelambanan informasi yang diterima umat Islam sehingga aksi yang digelar pun hanya dilakukan oleh beberapa pihak yang mengetahui.

Di sisi lain, harian Republika, Minggu, 09 Maret 2008 mengabarkan bahwa, hasil riset 67 peneliti dari 18 perguruan tinggi di indonesia menemukan fakta berjubelnya adegan-adegan seks dalam sinetron-sinetron remaja. Menurut mereka, adegan 'hubungan seks' (57 persen), walau tidak secara langsung memperlihatkan hubungan seks, namun shot pembukaannya sudah cukup mengasosiasikan bahwa hubungan itu (akan) terjadi, kemudian ciuman (18 persen), pemerkosaan (12 persen), dan kata-kata cabul (10 persen). Ditemukan pula adegan telanjang (2 persen) dan seks menyimpang (1 persen). Hal ini juga menjadi kewajiban bagi umat Islam utuk mencegahnya. firman Allah Swt, "kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah Swt" (Ali Imran [3] 110) dan pencegahan -dalam hal ini penyimpangan teknologi dan informasi- hanya dapat dilakukan oleh mereka yang paham mengenai teknologi informasi.

C. Teknologi Informasi Sebagai Sarana Dakwah
Pertentangan antara yang hak dan yang batil telah lama berlangsung dan akan tetap ada selama manusia itu hidup di muka bumi ini. Kehadiran Islam merupakan aset yang besar bagi manusia, dengan diutusnya Muhammad Saw sebagai pengemban risalah suci. Firman Allah Swt, " dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad Saw) kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam"

Dakwah merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mukalaf, oleh karena dakwahlah, Islam masih tetap eksis hingga saat ini. "maka jika mereka membantah engkau (Muhammad Saw), katakanlah, "aku telah menyerahkan diriku kepada Allah Swt dan (demikian juga) orang-orang yang mengikutiku:, dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi alkitab dan orang-orang yang ummi (buta aksara), "sudahkah kamu masuk Islam?" jika mereka telah masuk Islam, niscaya mereka mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah Swt). Dan Allah Swt maha melihat akan hamba-hamba-nya.(Ali Imran: [3] 20).

Tidak disangkal lagi bahwasannya sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan dalam kehidupan manusia nantinya, dalam artian siapa saja yang menguasai teknologi ini, akan ada kemungkinan baginya untuk menguasai dunia. Maka, sebagai seorang muslim sudah menjadi kewajiban dalam mengemban dakwah untuk menguasai sarana teknologi informasi ini, sebagaimana dalil qâidah ushûliyah "sesuatu yang menyempurnakan kewajiban maka hal tersebut menjadi wajib". Dengan demikian maka umat Islam akan banyak berperan dalam berbagai bidang diantaranya :

C.1. Bidang pendidikan (e-educations)
Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvesional ke arah pendidikan yang lebih terbuka (Mukhopadhyay M., 1995) sebagai contoh kita melihat di Perancis proyek “flexible learning". Hal ini mengingatkan pada ramalan Ivan Illich awal tahun 70-an tentang “pendidikan tanpa sekolah” (deschooling socieiy) yang secara ekstrimnya guru tidak lagi diperlukan.

Bishop G. (1989) meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. Pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan berinteraksi dan berkolaborasi (Mason R, 1994) Tony Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi. Alisjahbana I. (1966) mengemukakan bahwa pendekatan pendidikan dan pelatihan nantinya akan bersifat “saat itu juga (just on time)". Teknik pengajaran baru akan bersifat dua arah, kolaboratif, dan inter-disipliner.

Dari berbagai pandangan para cendekiawan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner, serta terkait pada produktivitas kerja "saat itu juga" dan kompertitif.
Dengan berkembangnya teknologi informasi dalam bidang pendidikan, maka pada saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media internet untuk menghubungkan antara pelajar dengan pengajar, melihat nilai secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan pengajar dan sebagainya, semuanya itu dapat dilakukan secara langsung.

Faktor utama dalam distance learning yang merupakan masalah masisir (mahasiswa mesir) adalah tidak "seringnya" interaksi antara mahasiswa dan dosennya. Kendati demikian, dengan adanya media internet sangat dimungkinkan untuk melakukan ineraksi antara dosen dan mahasiswa baik bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Misalnya dalam bentuk real time dapat dilakukan dalam suatu chatroom interaksi langsung dengan real audio atau real video dan online meeting. Sedangkan yang tidak real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup ataupun bulletin board. Cara-cara tersebut membuat interaksi dosen dan mahasiswa di kelas mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%. Materi-materi, ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dapat diupload ke dalam web sehingga dapat didownload oleh mahasiswa. Demikian juga dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. Urusan administrasi juga dapat diselesaikan langsung dalam satu proses regestrasi saja, terlebih didukung dengan metode pembayaran online.

Dinegara-negara maju seperti Amerika, Australia dan Eropa menjadikan pendidikan jarak jauh sebagai alternatif yang cukup digemari, metode pendidikan ini diikuti oleh para mahasiswa, karyawan, eksekutif, bahkan ibu rumah tangga dan orang lanjut usia (pensiunan), yang sebelumnya pertukaran materi dilakukan dengan surat menyurat, atau dilengkapi dengan materi audio dan video. Saat ini hampir seluruh program distance learning dapat juga diakses melalui internet. Studi yang dilakukan Amerika, sangat mendukung dikembangkannya e-learning, yang menyatakan bahwa computer based learning sangat efektif, memungkinkan 30% biaya lebih murah. Bank dunia (world bank) pada tahun 1997 telah mengumumkan peogram Global Distance Learning network (GDLN) yang memiliki mintra sebanyak 80 negara di dunia. Dengan GDLN ini maka world bank dapat memberikan e-learning kepada mahasiswa 5 kali lebih banyak (dari 30 menjadi 150 mahasiswa) dengan biaya 31% lebih murah.

Dalam era global, penawaran beasiswa muncul di internet. Bagi sebagian besar mahasiswa di dunia, uang kuliah untuk memperoleh pendidikan yang terbaik umumnya masih dirasakan mahal. Sangat disayangkan apabila ada mahasiswa yang pandai di kelasnya tidak dapat meneruskan sekolah hanya karena tidak mampu membayar uang kuliah. Informasi beasiswa merupakan kunci keberhasilan dapat menolong mahasiswa yang berpotensi tersebut.

C.2. Dalam bidang pemerintahan (e-government)
Penerapan e-goverment sangatlah penting, hal ini mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan, seperti penggunaan intranet dan internet, yang berguna untuk menghubungkan keperluan-keperluan penduduk, bisnis dan kegiatan lainnya. Bisa berbentuk proses transaksi bisnis antara publik dengan pemerintah melalui sistem otomasi dan jaringan internet, lebih umum lagi dikenal sebagai world wide web (www). Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara permerintah dan pihak-pihak lain. Penggunan teknologi informasi ini kemudian melahirkan bentuk baru seperti: G2C (Governmet to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to Government).

Beberapa manfaat dari e-government adalah:(1) pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan. (2) peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari semua pihak. (3) pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh.
Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolah: jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya, dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya. (4) pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi KBRI-Kairo dapat dilakukan melalui e-mail atau bahkan video conference. Bagi masisir yang padat dengan aktifitasnya, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara PPMI, kekeluargaan, ormas-ormas dengan KBRI dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus melangkah ke Garden City atau Wisma Nusantara hanya untuk pertemuan yang berlangsung satu atau dua jam saja.

C.3. Bidang keuangan dan perbankan
Sistem transaksi pembayaran di indonesia terutama di kota-kota besar tidak lagi menggunakan uang tunai, melainkan telah memanfaatkan perbankan modern. Layanan perbankan modern yang belum merata ini dapat dimaklumi karena pertumbuhan ekonomi saat ini yang masih terpusat di kota-kota besar saja, yang menyebabkan perputaran uang juga terpusat di kota-kota besar. Sehingga sektor perbankan pun agak lamban dalam ekspansinya kedaerah-daerah.
Keberhasilan operasional sebuah lembaga keuangan/perbankan seperti bank, sudah pasti memerlukan sistem informasi yang tangguh dan dapat diakses dengan mudah oleh nasabahnya, yang pada akhirnya akan bergantung pada sistem informasi online, sebagai contoh, seorang nasabah dapat menarik uangnya dimanapun berada selama masih ada layanan ATM dari bank tersebut, atau dapat mengecek saldo dan mentransfer uang tersebut ke rekening yang lain, hanya dalam hitungan menit saja, semua transaksi dapat dijalankan.

Ketiga bidang diatas hanyalah beberapa contoh dari keunggulan teknologi informasi, yang faktanya adalah hal itu telah melahirkan suatu sistem yang baru dalam pola hidup manusia, terlebih lagi bagi umat Islam -mau tidak mau- harus mampu memanfaatkan teknologi ini dalam menyebar luaskan dakwah kemanapun, kapanpun dan dimanapun. Sehingga bermunculan nantinya sistem pendidikan Islam online, sistem ekonomi syariah online dan lain sebagainya.

D. Sinergitas Sesama Muslim
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah Swt sesungguhnya Allah Swt maha berat siksa-Nya” Demikianlah 14 abad yang lalu Allah Swt mensiyalir akan urgennya senergi sesama muslim, terlebih pada era globalisasi saat ini.

Era teknologi informasi berimplikasi pada cepatnya transformasi dalam berbagai bidang, baik itu madzhab, aliran ataupun pemikiran. Sehingga memungkinkan pemahaman-pemahaman yang salah tentang Islam dapat memecah belah umat. Perpecahan tersebut berdampak pada runtuhnya kebudayaan Islam, mudahnya umat Yahudi dan Nasrani dalam memerangai dakwah Islamiyah, Yahudi -dengan bantuan negara-negara kafir- menjajah tanah suci (Palestina) dan mendirikan sebuah negara baru di dalamnya pada tahun 1948 M hingga saat ini.

Sudah saatnya ummat Islam kembali bersatu dan mengenyampingkan semua kepentingan-kepentingan madzhab, golongan ataupun aliran guna menghidupkan kembali masyarakat madani seperti zaman keemasan Islam dahulu. Terbukti dengan bersinerginya ummat Islam dapat menggetarkan dunia, sebut misalnya Denmark, ketika muncul fatwa mengenai boikot produk-produknya -akibat ulah tangan para penghina Nabi ummat ini- mengalami kerugian yang tidak terkira, muslimah Turki akhirnya diperbolehkan menggenakan jilbab dalam perkuliayahan maupun perkantoran dan lain sebagainya.

E. Sinergitas Dalam Meraih Izzul Islam Wa Muslim.
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah Swt. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan merka adalah orang-orang yang fasik." (Ali Imran [3] 110)

Sebelumya kita telah membicarakan sinergitas ummat pada era teknologi informasi, mari kita melangkah kepada tujuan dari sinergi itu sendiri, yakni meraih ‘izzul Islam wal muslim (kemuliaan Islam dan kaum muslimin). Karena suatu aktivitas tanpa tujuan hanyalah kebodohan, maka, demi meraih kemuliaan tersebut sebagai tujuan diperlukan kesadaran umat untuk bersinergi. Bukankah dengan kemulian Islam berdampak positif bagi kemajuan umat, seperti abad-abad pertama Hijriyah, ketika Rasulullah Saw membawa risalah suci dengan tujuan yang mulia akhrinya terbentuk masyarakat madani di Yatsrib (Madinah Munawwarah), Khalifah Ar-Rasyidun, dengan tujuan yang mulia mampu mengadakan futuhat-futuhat (pembebasan) diberbagai belahan dunia, Shalahuddi al-Ayyubi dengan tujuan yang mulia akhirnya dapat membebaskan al-Quds dengan perdamaian dan lain sebagainya.

Sinergitas dalam meraih kemuliaan Islam dan muslimin sangatlah diperlukan guna mempermudah jalan dakwah terlebih di era teknologi dan informasi yang mana arus perubahan begitu radikal, sehingga sarana-sarana yang ada haruslah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka dari itu, umat Islam harus mampu menguasai teknologi informasi dan menfokuskannya pada salah satu bidang agar efektif, yang seterusnya -bersama-sama dengan muslimin yang lain- mendakwahkan Islam melalui sarana yang dikuasainya dan kesemuanya itu tidak lain hanyalah untuk izzul Islam wal muslimin.

F. Ikhtitam
Pelajar Islam Indonesia (PII) merupakan salah satu contoh institusi yang mengkolektifkan masa guna meraih ‘izzul Islam wal muslimin. Sebagaimana yang termaktub dalam falsafah pergerakan PII bahwasannya organisasi tersebut bangkit atas dasar keinsyafan dan kesadaran akan tanggung jawab serta keyakinan terhadap Islam, serta kesadaran melatih diri dalam mengemban perjuangan menegakkan izzul Islam wal muslimin. PII adalah bagian dari mata rantai perjuangan umat Islam, dalam menjalankan misinya senantiasa perpegang teguh pada khittah perjuangan yang jelas dan tagas berasakan kepada aqidah dan kaidah Islam sebagai suatu kebenaran yang berasal dari Allah Swt.

Tak ayal lagi, bahwasannya pentingnya teknologi informasi sebagai sarana dakwah dengan sinergitas umat guna meraih izzul Islam wal mulimin merupakan suatu keharusan yang tidak mungkin kita abaikan. Karena perang yang terjadi saat ini tidak lagi dengan senjata melainkan dengan perubahan paradigma, merubah paradigma bisa terjadi sangat cepat seiring adanya informasi yang masuk dengan pesat dan hal itu hanya dapat diaplikasikan pada era teknologi informasi. Semoga makalah singkat ini dapat mebantu kita dalam berdiskusi lebih lanjut.

*Tulisan ini disajikan untuk persyaratan Intermediate Training PII di Mesir.

Referensi
1. Al-Quran
2. Banu Israil fil Quran wa sunah, lifadhilatil Imam Akbar Dr. Sayyid Thanthawi syaikh al-Azhar dar Syuruq Kairo
3. Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia, Wawan Wardiana
4. Situs Resmi Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
5. www.republika.co.id
6. Situs Resmi Badan Penelitian dan Pengembangan SDM - Depkominfo RI
7. http://www.al-islam.com/ind

Bookmark and Share

Tuesday, December 16, 2008

Obat Awet Muda dari Bang Rhoma

Apabila anda mau awet muda
sesungguhnya mudah sekali obatnya
Usahakan selalu gembira
Walau sesenpun uang tak punya
Kalau perlu banyak-banyaklah tertawa
Tetapi jangan seperti orang gila

Bagi yang sudah tumbuh uban di kepala
Walau sudah tua coba berjiwa muda
Juga bagi orang yang tak bergigi lagi
Pasang gigi palsu kembali muda lagi

Kalau mau mendengar nasehat saya
Pasti anda akan melihat hasilnya
Sepuluh tahun kan lebih muda
Dari usia anda semula

Apabila anda mau awet muda
Coba lakukan saya punya bicara


Rhoma Irama - Awet Muda.mp3

Bookmark and Share

Monday, December 15, 2008

THAHÂRAH

Thaharah secara bahasa berarti suci ataupun menghilangkan kotoran

Dalil wajibnya Thahârah

Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma ulama telah memberikan dalil akan wajibnya Thaharah.

Al-Quran
Firman Allah Swt “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah ”(Q.S. Al-Maidah [5] 6) “Dan pakainmu bersihkanlah ”(Q.S Al-Mudatsir [74] 4)

Dua ayat diatas menunjukkan akan pentingnya Thaharah, disamping dalil tersebut merupakan dalil sharih yang menunjukkan akan wajibnya membasuh muka, kedua tangan, kedua kaki dan mengusap kepala bagi siapa saja yang ingin mendirikan shalat. Tidak hanya itu bahkan dalil ini juga berlaku terhadap kebersihan pakaian, walaupun yang ayat tersebut ditunjukkan kepada Rasulullah Saw akan tetapi ketetapan Allah terhadap Muhammad Saw juga berlaku kepada ummatnya kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwwa hal tersebut khusus untuk Rasulullah Saw sendiri.

As-Sunnah
Dari Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: Tidak diterima shalatnya seseorang tanpa bersuci dan sedekah dari ghulul (Yang dimaksud ghulul adalah pengkhianatan (ketidak jujuran), arti asalnya Ghulul adalah mencuri harta rampasan perang sebelum masa pembagian.)

Al –Ijma
Sejak dari masa Rasulullah hingga saat ini umat telah sepakat akan wajibnya Thaharah tanpa ada satupun yang mengingkarinya.

Terjemah bebas diktat Fiqih Tingkat I Al-Azhar, Kairo 12 Juli 2008

Bookmark and Share

Saturday, December 13, 2008

Haramkah Musik?

Pernah ketika harus kerja part time sehabis kuliah menjadi operator warnet, saya kedatangan pengunjung asal Rusia (?). Di dalam warnet yang terletak di kawasan Gamie', Nasr City, Cairo tersebut saya mendengarkan alunan musik yang merdu dari Yusuf Islam, Friends and Children. Lantunan lagu yang berjuldul "I look, I see" itu menggambarkan betapa indahnya perjuangan seorang Ibu, Pentingnya Al-Quran, Rukun Islam dan nilai-nilai kebaikan yang lainnya.

Sembari mengutak-atik blog tiba-tiba orang Rusia tadi menghampiriku dan berkata "Akhi hal yumkinu an taqfala al-musiqa, Hadza Haram, anta muslim ?" "Hai saudaraku, Bisa tolong kamu matikan musiknya, ini haram, kamu muslim kan?' dengan tenang dan tegas saya menjawab "Na'am" "Ya". kemudian saya balik bertanya, “kenapa haram?”, dia hanya menjawab “ini haram”.

Pertemuan singkat itu mengingatkan saya akan muqorrar yang ditulis oleh Bakar Zaki ‘Audl, Dosen fakultas Dakwah dan Kebudayaan Islam di Universitas Al-Azhar Kairo. Dalam tulisannya beliau menerangkan tentang masih diperbolehkannya musik asal mengajak kepada kebaikan dan tidak menimbulkan fitnah. berikut catatan saya mengenai musik ini. Semoga pembaca dapat menikmati.

Bagi saya, rohani juga butuh pengolahan sebagaimana jasad butuh olah raga. salah satu yang membuat jiwa saya tersa tenang adalah ketika mendengarkan musik, karena dengan demikian kerja yang saya lakukan akan terasa lebih ringan, enjoy, rilex atau bahasa yang sama dengan itu. Lantas, apakah tetap haram? Belum tentu.

Mayoritas ulama mengaharamkan musik, namun demikian, ada juga sebagian ulama yang menghalalkannya, berikut dalil mereka yang membolehkan musik:

  1. Ada dua tetangga Nabi Saw bernyanyi di rumah Rasul Saw pada hari raya, kemudian Abu Bakar r.a melarang mereka dengan berkata: "Bagi Nabi Saw musik merupakan seruling Syithan". akan tetapi Rasulullah Saw memerintahkan Abu Bakar untuk membiarkan mereka berdua. Sabda Nabi Saw : “Biarkan mereka Abu Bakar, karena hari ini adalah hari raya (Hari Ied)”. (Al-Bukhari 2/20. Muslim Kitab Al-‘îdain No. Hadits 17)
  2. Ketika Kaum Anshar menyambut kedatangan Nabi Saw. dengan lantunan "Thala‘al Badru ‘alaina...". Dan Rasulullah Saw tidak melarang mereka, seandainya musik haram tentunya Rasulullah Saw akan melarangnya. (Ar- Ráhiqu'l Makhtum 164)
  3. Ketika membangun Masjid Nabawi para sahabat Rasulullah Saw melantunkan lagu, dan Rasulullah Saw tidak melarang mereka serta ikut melantunkannya. (Al-Bukhari 5/140. Muslim 1430)
  4. Tatkala seorang pemudi Anshar menikah, namun suasana pernikahannya terlihat sepi hingga hal ini terdengar oleh Nabi Saw, lantas Baginda Saw memerintahkan untuk memukul rebana agar suasana pernikahan terlihat meriah. (Majma‘a al-zawaid 4/209), (Itháf 4/493)
  5. Sebagian sahabat ada yang mengembala unta di malam hari sambil bernyanyi sedang Rasulullah Saw ada di antara mereka dan tidak melarang perbuatan tersebut. (Dirását fî'n Nudzumi'l Islamiyah, 181/ Diktat tingkat I 2006/2007 Fak.Ushuludin Univ. Al-Azhar Kairo)


Demikianlah cuplikan ringkas mengenai diperbolehkannya musik, untuk lebih jelas, buku Imam Ghazali yang berjudul "Ihyá ‘Ulumu'd Dîn" dalam Bab "As-Sim‘á" juga dapat menjadi rujukan. Di buku tersebut Ghazali menyebutkan pendapat-pendapat para ulama, baik yang pro maupun kontra, serta memperkuat (mentarjih) dalil yang dipandangnya lebih benar.

Terakhir, silakan saja mendengarkan musik yang membuat jiwa kita tenang, menyegarkan pikiran, atau bahkan semakin menimbulkan semangat beragama, seperti lagu H. Rhoma Irama, Nasyid, Ungu reliji dan lain sebagainya. Dengan catatan, lirik-lirik musiknya haruslah mengajak kepada kebaikan dan tidak menimbulkan fitnah. Gampang kan.Wallahu a‘lam bishawáb

Bookmark and Share

Friday, December 12, 2008

Hikmah Disyariatkannya Shalat

Shalat merupakan hal yang paling urgen dalam Islam setelah dua kalimat syahadat sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bahwasannya Rasulullah Saw bersabda “Batasan Diantara  seseorang dengan Kekufuran adalah meninggalkan shalat

Shalat dapat memperkuat hubungan antara hamba dan Rabnya dengan demikian akan timbul kepuasan rohani yang menenangkan hati.

Shalat sebagai jalan menuju kemenangan dan kebahagiaan, juga sebagai penghapus dosa-dosa kecil, firman Allah Swt “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusuk dalam shalatnya” Q.S. Al-Mu’minun [23] 1-2 ) kemudian “Sesungguhnya manusia diciptakan besifat keluh kesah lagi kikir kecuali orang-orang yang mengrjakan shalat”(Q.S Al-Ma‘ârij [70] 19 - 22) Rasulullah Saw bersabda “Apakah kalian memperhatikan jikalau rumah salah saorang dari kalian terdapat sungai yang mengalir kemudian dia mandi di sungai tersebut sehari lima kali, maka apa yang kalian ucapkan, apakah masih tersisa kotoran di badannya, para sahabat menjawab: sedikitpun kotorannya tidak tersisa kemudian sabda Rasul Saw: begitulah perumpamaan shalat lima waktu Allah menghapus dosa-dosa kecil dengannya”(As-Sunan Al-Kubra li’l l-Baihaqi ) . Dan dalam hadits yang lain diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah Saw bersabda “Shala-shalat lima waktu dan shalat Jum‘at sebagai penghapus dosa-dosa kecil selama diantara keduannya tidak tercampur dengan dosa besar” (Sunan At-Tirmidzi )

Disamping itu ada keuntungan sendiri bagi individual masing-masing ketika mengerjakan shalat diantarannya ialah bertambah dekatnnya hamba kepada Rabnya sehingga dalam keadaan apapun tetap meminta pertolongan kepada Allah Swt “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu amatlah berat, kecuali bagi orang-orang yang khusuk”(Q.S. Al-Baqarah [2] 45) 

Demikianlah sepercik hikmah shalat sebagai penenang ruhani setelah lama lalai dengan kesibukan dunia, juga pelatihan bagi seorang hamba agar dapat mencintai kedisiplinan, hukum, pekerjaan dan segala urusan kehidupan, begitu pula, shalat mengajarkan kepada kita untuk menghormati waktu, hal ini sesuai dengan aturan shalat yang harus didirikan pada waktunya. Dan masih banyak lagi percikan-percikan yang lain yang dirasakan bagi individu maupun masayrakat secara luas. Wallâhu a‘lam bi’s s-Shawwâb


Kairo, 14 Juli 2008

Bookmark and Share

Sharing "Mahasiswa dan Politik" di Milis PMIK

--- On Wed, 11/26/08, Tirto Adhi wrote:
From: Tirto Adhi 
Subject: -=Info PMIK=- Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut
To: infopmik@yahoogroup s.com
Date: Wednesday, November 26, 2008, 8:02 PM

Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut

Kehadiran Pak Din Syamsuddin kembali menyegarkan adrenalin muda Masisir untuk melangkah menuju idealisme yang beliau sebut "why not the best". Acaranya memang singkat, namun kader dan simpatisan Muhammadiyyah semangat bukan kepalang.

Banyak butiran mutiara yang terlontar, namun tak teraih semua. Diantaranya ialah tentang teologi al Ma'un. Bahwa K.H. Ahmad Dahlan pernah dikeluhkan muridnya. Sudah berbulan-bulan mengaji masih mengulang ayat-ayat tentang ciri-ciri orang yang mendustakan agama tersebut. Untuk menjawabnya, kalimat pilihan beliau cukup bijak, Jaami' wa Maani' "sudahkah anda menyantuni yatim piatu, berapa perut kaum miskin yang sudah kau kenyangkan?". Bangkitlah organisasi itu hingga beranggota 35 juta, dengan pemahaman sebuah pelayanan, amal khidami, bukan semata 'salih' sendiri, khusyu dipojok mesjid tapi umat miskin menjerit-jerit.

Seperti itulah kapasitas visi seorang Muslim sejatinya, maslahat umat. Karena, menjadi 'Salih' bukanlah tujuan akhir Islam, melainkan sebuah transformasi sosial yang menyeluruh menuju bentuk masyarakat ideal, miniatur masyarakat madinah zaman Rasulullah. "Wa maa arsalnaaka illa kaaffatan linnaasi basyiiro wa nadziiroo". Sehingga yang ada di otak dan perasaan seorang Mahasiswa Muslim Indonesia bervisi ialah "tahqiiq muroodullah" khususnya di Indonesia. Tidak harus berarti penegakan daulah Islam Indonesia secara revolusioner, karena memang tidak atau belum diperlukan. Namun hal yang lebih substansial dan mendesak ialah bagaimana setiap mahasiswa, terlebih seorang Azhary mampu menyemai prinsip-prinsip Islam yang didapatnya dari Azhar, Muhammadiyyah, NU, PERSIS, Kajian-kajian, pada masyarakat secara luas dengan dua cara.

Pertama, menebar Islam dirakyat umum. Hingga nilai-nilai tersebut merembes pada darah daging mereka dan menjadi budaya. Juga sampai pada tahap masyarakat sendiri lah yang sadar dan menginginkan nilai-nilai itu terinstitusikan dan terlegalkan dalam kebijakan pemerintahan. Dengan begitu, akan ada matching point antara kebijakan beberapa daerah yang mulai menginginkan hidup bersumber substansi Islam dengan keinginan natural masyarat.

Kedua, menebar Islam dipusat-pusat kebijakan. "Afdhalu al A'maal al akhdu bil wilaayah" seperti kata Ibnu Taimiyyah. Mengapa? Karena teriakan kebaikan seorang guru SMP tidak sama dengan obrolan ringan seorang menteri Pendidikan. Penampilan rapi, santun, berjilbab seorang ibu rumahan berbeda dengan kerudung biasa seorang Dosen atau Dokter Wanita. Yang berbeda hanyalah pengaruh dan status sosial. Bukan karena masyarakat Indonesia silau duniawi, tapi memang begitulah tabiat sosial masyarakat, dimanapun. Diantara pusat-pusat kebijakan seperti rektorat, perusahaan, organisasi pemuda, LSM, yang paling berpegaruh besar ialah politik dan pemerintahan. Oleh karena pengaruhnya yang lebih besar untuk mengakomodasi 'muroodulloh', maka sangat bodoh jika seorang mahasiswa apalagi Masisir masih sungkan beramal Islami memasuki dunia politik dengan alasan menjaga independensi mahasiswa.

Hanya para pengecutlah yang tidak berani dan tak mampu menjaga idealisme nya sendiri. Karena, mahasiswa muslim yang beranilah, yang kata Chairil Anwar "Berselempang semangat tak kenal mati" yang mampu melantangkan ide-idenya sehingga merubah arah politik nasional sebagaimana Bung Hatta dan Bung Tomo, bukan larut.Sehingga keraguan mahasiswa muslim untuk menebar nilai Islam didunia politik bukanlah karena pengakuan kesucian independensinya yang digembar-gemborkan, melainkan karena kepengecutan dan kelembekan idealisme pribadi dalam berhadapan dengan tantangan.

Mengapa hal ini penting? Karena "Inna Hadza addiin laa yatahaqoqu illa bi juhdi al basyar" seperti kata salah satu ulama Mesir. Jika tak ada lagi mahasiswa 'salih' yang lantang untuk menebar Islam di pusat-pusat pengambilan kebijakan, maka bersiaplah, pemimpin-pemimpin politik, aleg, rektor, menteri, pengusaha, ketua-ketua organisasi, birokrat, hanya akan diisi orang yang tidak'salih' , yang tidak lantang untuk menebar Islam. Yang akhirnya menyebabkan ketimpangan sosial, masyarakat menuju Islam dan para pengambil kebijakan melarangnya.

Jika teologi al Ma'un Ahmad Dahlan pada murid-muridnya difahami lagi pada zaman sekarang, tampaknya ia jauh lebih 'membakar' energi kaum muda muslim untuk, bukan hanya berjalan, tapi berlari, dalam menebar kebaikan Islam dan menerjemahkannya dalam konteks ke-Indonesia- an. Bukan hanya menyantuni piatu dan mengenyangkan yang miskin lagi, tapi juga perlindungan nasib PKL, solusi bagi yang di PHK, pembinaan remaja yang mabok, mahasiswi yang jualan 'ayam' di 'kampus', pejabat diskotik yang sogok dewan, pertolongan untuk kakek yang dipersulit administrasi rumah sakit pemerintah, atau singkatnya apa yang kata pak Din Syamsudin 3 K plus 1. Kemiskinan, Kebodohan, Keterbelakangan, dan Kesulitan Bersatu.

Kesimpulannya kalimat mutiara KH. Ahmad Dahlan akan menemukan maknanya, serta ledakan momentum perubahan bangsa jika mahasiswa muslim memulai aksi pada dua sisi. 1, Penemaran nilai-nilai Islam di masyarakat umum, 2, Infiltrasi penerjemahan konsep-konsep Islam pada pusat-pusat kebijakan publik dan pengambilan kebijakan.

25 November 2008
Tirto Adhi

--- On Wed, 11/26/08, Andy Hariyono wrote:
From: Andy Hariyono 
Subject: Re: -=Info PMIK=- Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut
To: infopmik@yahoogroup s.com
Date: Wednesday, November 26, 2008, 11:20 PM

Hemat bukan berarti Pelit

Bismillah, senang rasanya mendegar Pak Din berjodoh dengan Nil sehingga menyegarakan semangat para aktifis masisir.

Bang Tirto yang saya hormati, mungkin saya akan sharing di sini mengenai poin ke dua dari e-mail anda yang bertuliskan "yang paling berpegaruh besar ialah politik dan pemerintahan. Oleh karena pengaruhnya yang lebih besar untuk mengakomodasi 'muroodulloh' , maka sangat bodoh jika seorang mahasiswa apalagi Masisir masih sungkan beramal Islami memasuki dunia politik dengan alasan menjaga independensi mahasiswa."

Saya kurang sepakat dengan poin dari perkataan anda bahwa mahasiswa yang menjaga independensinya dari dunia politik adalah mahasiswa bodoh. Karena seorang akademisi dituntut untuk berpendirian demikian (independen) , agar tidak terlibat ataupun masuk ke dalam ideologi kepentingan politik itu sendiri.

Secara umum berpolitik dalam kancah pemerintahan diyakini sebagai perebutan kekuasaan, aktornya kita kenal dengan istilah politikus. Akan tetapi jikalau title tersebut disandang oleh seorang akademisi (Pelajar, Mahasiswa, Guru, Dosen) yang berjalan di atas jalur Pendidikan tentu akan berimplikasi pada Pendidikan itu sendiri. Wal hasil lembaga pendidikan/tempat pendidikan/ atau bahkan PPMI dan Kekeluargaan akan menjadi lembaga kepentingan politik. dan yang lebih bahaya lagi kemungkinan terjadinya pendidikan yang dipolitisir atau dakwah yang dipolitisir.

Pendidikan yang dipolitisir akan memformat pemikiran para pendidik –dalam hal ini baik Dosen, Guru, Mahasiswa, Pelajar- yang semula bertujuan mencerdaskan bangsa, berubah untuk meloloskan pengaruh kelompok ataupun partai tertentu, dan tidak menutup kemungkinan perkembangan prestasi (Pelajar ataupun Mahasiswa) akan dikaitkan dengan keberpihakan mereka terhadap partai politik itu sendiri.

Kondisi perpolitikan di era Bung Tomo dan Bung Hatta jelas tidaklah sama dengan kondisi perpolitikan pada saat ini, waktu itu Bung Hatta terjun ke dunia politik karena ingin membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan dan mempersatukan bangsa Indonesia dengan NKRI begitu pula dengan Bung Tomo. Kita patut mencontoh mereka dalam keberaniannya melawan pemerintahan yang dzalim, tapi itu bukan berarti Mahasiswa harus menerjunkan diri ke dunia politik ?

Perlu dipertimbangakan Bang Tirto, dengan independensinya Mahasiswa mampu menggulirkan Pemerintahan -Soekarno dan Soeharto- yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan rakyat, ataupun mendesak pemerintah –Di sini bisa DPR, MPR dan Presiden- untuk bersikap bijak terhadap rakyat. contohnya BBM yang melambung tinggi Mahasiswa mana yang setuju ?, UAN yang “menghantui” Pelajar, Mahasiswa Demo, dan lain sebagainya. Jikalau para mahasiswa tersebut masuk ke dunia politik tinggal pilih, menjadi koalisi pemerintah atau oposisi, dalam artian akan terikat dengan sistem politik yang mengkerdilkan daya kritis para mahasiswa itu sendiri.

Mengenai perkataan ulama Mesir tersebut, anda tidak perlu khawatir saya kira, mungkin saja itu bisa terjadi di Mesir tapi tidak untuk Indonesia. karena Bangsa Indoneisa (yang saya tahu) sudah dewasa dalam berpolitik.

Terakhir, silakan saja Mahasiswa belajar Berpolitik, bagaimana Paradigma para politikus dan lain sebagainya. Jikalau ingin terjun ke dunia Politik silakan jadi Politikus tapi Lepaskan baju Mahasiswa anda. Dan tidak terjunya mahasiswa ke dalam dunia politik bukan berararti Pengecut tetapi mahasiswa punya jalan sendiri untuk merubah bangsa.

Ingat Hemat bukan berarti Pelit.


YonZ

--- On Fri, 11/28/08, kholid muslih wrote:
From: kholid muslih 
Subject: Re: -=Info PMIK=- Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut
To: infopmik@yahoogroup s.com
Date: Friday, November 28, 2008, 7:55 AM

Wah menarik nih, bisa ikut sharing ....

Bismillah, senang rasanya mendegar Pak Din berjodoh dengan Nil sehingga menyegarakan semangat para aktifis masisir.

Setuju, masisir butuh pencerahan secara terus menerus agar lebih cepat mencapai kematangan dan kedewasaan

Bang Tirto yang saya hormati, mungkin saya akan sharing di sini mengenai poin ke dua dari e-mail anda yang bertuliskan "yang paling berpegaruh besar ialah politik dan pemerintahan. Oleh karena pengaruhnya yang lebih besar untuk mengakomodasi 'muroodulloh' , maka sangat bodoh jika seorang mahasiswa apalagi Masisir masih sungkan beramal Islami memasuki dunia politik dengan alasan menjaga independensi mahasiswa."

Saya kurang sepakat dengan poin dari perkataan anda bahwa mahasiswa yang menjaga independensinya dari dunia politik adalah mahasiswa bodoh. Karena seorang akademisi dituntut untuk berpendirian demikian (independen) , agar tidak terlibat ataupun masuk ke dalam ideologi kepentingan politik itu sendiri.

Mas Andi, Emang ada apa dengan ideologi kepentingan politik mas, dan apa salahnya jika masuk ke dalam ideologi kepentingan politik itu sendiri .... sejak kapan ideologi kepentingan politik itu bermasalah .. ?

yang menjadi masalah adalah ideologi kepentingan politik yang kotor ... sementara ideologi kepentingan politik itu sendiri tidak berkelamin (kotor atau bersih). yang menentukan kelamin adalah para pelakunya .... contoh sederhana ..... yang menjatuhkan pak harto adalah ideologi kepentingan politik juga, tapi yang idealis dan mulia .....

Secara umum berpolitik dalam kancah pemerintahan diyakini sebagai perebutan kekuasaan, aktornya kita kenal dengan istilah politikus. Akan tetapi jikalau title tersebut disandang oleh seorang akademisi (Pelajar, Mahasiswa, Guru, Dosen) yang berjalan di atas jalur Pendidikan tentu akan berimplikasi pada Pendidikan itu sendiri. Wal hasil lembaga pendidikan/tempat pendidikan/ atau bahkan PPMI dan Kekeluargaan akan menjadi lembaga kepentingan politik. dan yang lebih bahaya lagi kemungkinan terjadinya pendidikan yang dipolitisir atau dakwah yang dipolitisir.

Perebutan kekuasaan tidak selamanya bermasalah atau kotor, sebagaimana politik tidak selamanya kotor. Antara para sahabat ada perebutan kekuasaan (seperti di Saqifah Bani Sa'idah), tapi tidak untuk tujuan yang kotor. Bahkan munculnya Rasulullah adalah dalam rangka merebut kekuasaan dan dominasi politik Kuffar Kuraisy

jika kekuatan politik saat ini ada ditangan orang-orang kotor, perlu direbut agar menjadi bersih, dan itu disebut dengan poltitik dan perebutan kekuasaan juga, tapi untuk tujuan yang mulia.

Tentang implikasi politik terhadap mahasiswa/pendidika n/PPMI/kekeluarg aan/ /dakwah/ dan lain lain, juga tidak bisa secara mutlak dikhawatirkan, karena ... tergantung kekuatan politiknya .... kalo poltik yang dibawa dan kepentingan yang dibawa adalah politik bersih, dan membawa maslahat bagi umat, maka ... penolakan menjadi penolakan yang buta ... sekedar menolak hanya karena bahwa ia adalah politik.

Pendidikan yang dipolitisir akan memformat pemikiran para pendidik –dalam hal ini baik Dosen, Guru, Mahasiswa, Pelajar- yang semula bertujuan mencerdaskan bangsa, berubah untuk meloloskan pengaruh kelompok ataupun partai tertentu, dan tidak menutup kemungkinan perkembangan prestasi (Pelajar ataupun Mahasiswa) akan dikaitkan dengan keberpihakan mereka terhadap partai politik itu sendiri.

Tergantung yang mempolitisir, jika yang mempolitisir pelaku politik kotor maka hasilnya seperti yang anda sampaikan, tapi jika yang mempolitisir adalah orang-orang yang bersih, cerdas dan memiliki idealisme, maka Dosen/mahasiswa/ pelajar akan menjadi lebih cerdas dan berprestasi dari pada ketika dipolitisir oleh orang-orang yang anti politik tapi berniat kotor.

Terkadang bisa saja (indenpendensi mahasiswa) dipolitisir oleh yang anti politik untuk kepentingan politik dia yang tidak mulia ....

Kondisi perpolitikan di era Bung Tomo dan Bung Hatta jelas tidaklah sama dengan kondisi perpolitikan pada saat ini, waktu itu Bung Hatta terjun ke dunia politik karena ingin membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan dan mempersatukan bangsa Indonesia dengan NKRI begitu pula dengan Bung Tomo. Kita patut mencontoh mereka dalam keberaniannya melawan pemerintahan yang dzalim, tapi itu bukan berarti Mahasiswa harus menerjunkan diri ke dunia politik ?

Lalu melalui jalan apa .... politik moral memang pilihan, tapi bukan satu-satunya pilihan bagi mahasiswa, apalagi mencela yang terjun ke dunia politik yang bersih ... 

Perlu dipertimbangakan Bang Tirto, dengan independensinya Mahasiswa mampu menggulirkan Pemerintahan -Soekarno dan Soeharto- yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan rakyat, ataupun mendesak pemerintah –Di sini bisa DPR, MPR dan Presiden- untuk bersikap bijak terhadap rakyat. contohnya BBM yang melambung tinggi Mahasiswa mana yang setuju ?, UAN yang “menghantui” Pelajar, Mahasiswa Demo, dan lain sebagainya. Jikalau para mahasiswa tersebut masuk ke dunia politik tinggal pilih, menjadi koalisi pemerintah atau oposisi, dalam artian akan terikat dengan sistem politik yang mengkerdilkan daya kritis para mahasiswa itu sendiri.

Mahasiswa yang selalu dijecoki dengan anti politik, tentu tidak akan mau lagi bergerak untuk menumbangkan kedzaliman karena dianggap masuk ke ranah politik, tidak mau lagi terjun untuk demontrasi menentang pemerintah yang tidak pro kepentingan rakyat ..... yang menentang kedzaliman itu mayoritas mahasiswa yang berafiliasi ke keuatan real politik, bukan mahasiswa yang selalu mengangkat indenpendensi

mas andy bisa menganalisa, mahasiswa yang anti politik, selama menjadi mahasiswa pikirannya hanya satu .... cepat selesai studi, lalu cepat-cepat cari kerja ... terutama jadi pegawai dan pejabat ... mereka menjadi lebih tidak kritis, tidak memiliki kepedulian .... dan setelah menjadi pejabat, sebagian mereka ada yang justru melestarikan budaya statusquo .....

Mahasiswa yang terlatih terjun ke dunia politik yang bersih, justru lebih jeli, tidak asal membeo, karena induknya bisa berkoalisi dengan tetap kritis, dan tetap obyektif walau menjadi opisisi. Kalaupun induknya tidak bisa melakukan tugas ini, maka ia tetap bisa kritis walaupun terhadap induknya.

Jadi masuk ke dunia politik yang bersih justru melatih ketajaman dan kepekaan serta kekritisan bukan sebaliknya .... permasalahnnya terletak pada kepada kekuatan poltiti mana dia berafiliasi. ... bukan pada kekuatan politik itu sendiri

Mengenai perkataan ulama Mesir tersebut, anda tidak perlu khawatir saya kira, mungkin saja itu bisa terjadi di Mesir tapi tidak untuk Indonesia. karena Bangsa Indoneisa (yang saya tahu) sudah dewasa dalam berpolitik.

Terakhir, silakan saja Mahasiswa belajar Berpolitik, bagaimana Paradigma para politikus dan lain sebagainya. Jikalau ingin terjun ke dunia Politik silakan jadi Politikus tapi Lepaskan baju Mahasiswa anda. Dan tidak terjunya mahasiswa ke dalam dunia politik bukan berararti Pengecut tetapi mahasiswa punya jalan sendiri untuk merubah bangsa.

Terakhir, tidak ada alasan untuk tidak terjun ke politik yang bersih, agar bisa belajar politik yang bersih sejak dini, sehingga nantinya ketika terjun menjadi politisi, bisa menjadi politisi yang baik, jujur dan bertanggung jawab, mampu melakukan perubahan yang berarti bagi bangsa dan umat.

Walaupun nantinya tidak terjun keduani politik, maka dia cukup cerdas untuk tidak dengan mudah dipolitisi oleh kepentingan politik kotor. Karena sudah well inform dan sudah terlatih ... untuk mensikapi dunia politik yang memang penuh jebakan ...

Menurut hemad saya, tidak pernah ada indenpendsi yang murni. Indenpendensi yang murni hanya ada pada keperpihakan yang utuh dan total kepada kebenaran dan kebaikan. Selain itu, siapapun yang mengaku independen, itu hanya pengakuan tanpa bukti. Tiak lebih. orang seperti itu bisa lebih kejam dan jahat dari orang-orang yang ia tuduh tidak independen hanya karena berafiliasi dengan kekuatan politik.

Ingat Hemat bukan berarti Pelit.

Naam muwafiq, Khoirul kalam ma qaala wa dalla.
semoga tidak terlalu tabdzir kata-kata yang tidak perlu. 

Mohon maaf jika kurang/tidak berkenan.

Salam,

Chaled_ms
madrasahduat. blogspot. com
Catatan tidak bertepi
Layari hidup penuh arti 

--- On Sat, 11/29/08, Andy Hariyono wrote:
From: Andy Hariyono 
Subject: Re: -=Info PMIK=- Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut
To: infopmik@yahoogroup s.com
Date: Saturday, November 29, 2008, 12:06 AM

Abu Azzam yang saya Banggakan... .

Sebelumnya, agar pengertian Politik di sini tidak meluas, mungkin perlu kita petakan politik apa yang dimaksud. karena email saya hanya memfokuskan mahasiswa untuk tidak terjun ke dunia politik (Parpol). Bukan berarti saya alergi parpol lho ...

Bagi saya, Justru dengan ketidak jelasan kelamin itu perlu dihindari oleh Mahasiswa yang -seharusnya- bergerak di jalan yang jelas.

"Jika kekuatan politik saat ini ada ditangan orang-orang kotor, perlu direbut agar menjadi bersih, dan itu disebut dengan poltitik dan perebutan kekuasaan juga, tapi untuk tujuan yang mulia".

Kalau kondisinya sekronis itu, Mahasiswa juga akan turun tangan dengan "politiknya" sendiri bukan dengan terjun ke dunia politik. Mungkin kasus PKI bisa menjadi contoh, dimana PKI yang menyebarkan paham komunisme "dibabat" oleh masyarakat -di dalamnya ada mahasiswa dan pelajar- kala itu, termasuk kasus Soeharto yang antum sebutkan, bukan Parpol yang membubarkan parlemen tetapi mahasiswa. Bagaimanapun kondisi pemerintahan, mahasiswa tetap akan kritis dengan kondisi negaranya,-dalam hal ini- independensi inilah yang diinginkan.

Sejarah mencatat aksi gerakan Mahasiswa dalam percaturan politik, tahun 1955 penggulingan Peron di Argentina, kejatuhan Ayub Khan di Pakistan di tahun 1956, Revolusi Hongaria tahun 1956, kejatuhan Peren Jimenez di Venezuela pada tahun 1958, Penentangan terhadap Diem di Vietnam pada tahun 1963, rusuhan massif melawan Perjanjian Keamanan Japan-AS di Japan pada 1963, gerakan anti-Soekarno pada tahun 1966, juga gerakan pembebasan Cekoslavikia pada tahun 1968, Reza Pahlebi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinan Marcos di Filipina tahun 1985 terakhir Soeharto di Indonesia tahun 1998.

"Mahasiswa yang selalu dijecoki dengan anti politik, tentu tidak akan mau lagi bergerak untuk menumbangkan kedzaliman karena dianggap masuk ke ranah politik, tidak mau lagi terjun untuk demontrasi menentang pemerintah yang tidak pro kepentingan rakyat ..... yang menentang kedzaliman itu mayoritas mahasiswa yang berafiliasi ke keuatan real politik, bukan mahasiswa yang selalu mengangkat indenpendensi"

Anti politik yang mana dulu ini?, dan mahasiswa yang berafiliasi ke kekuatan real politik, di sana real politik mana? kalau parpol, saya kira tidak juga.. Karena masih banyak organisasi yang bukan politik untuk dijadikan sarana pelatihan daya kritis. kita tahu di indonesia era Soekarno maupun Soeharto sudah ada NU, Muhamadiyah, HMI, PII, GPII dlsb. Terlebih andil ormas-ormas tersebut terbukti dalam perubahan bangsa.

"Mahasiswa yang terlatih terjun ke dunia politik yang bersih, justru lebih jeli, tidak asal membeo, karena induknya bisa berkoalisi dengan tetap kritis, dan tetap obyektif walau menjadi opisisi. Kalaupun induknya tidak bisa melakukan tugas ini, maka ia tetap bisa kritis walaupun terhadap induknya"

Sayang dunia perpolitikan kita tidak seindah itu, mungkin antum bisa memberikan contoh kongkrit permainan dunia politik (parpol) yang bersih, bisa jadi menurut antum bersih, tidak menurut yang lain. Di sini perlu ukuran mengenai bersih tidaknya dunia politik (parpol) itu sendiri.

Agar tidak terjadi mispersepsi, bagaimana kalau kita short cut ke diskusi parpol bukan politik secara umum. karena jelas ladang garapnya. seperti bagaimana sikap akademisi terhadap parpol? Atau apa pengaruh parpol terhadap kebebasan akademik? Dan lain sebagainya.

Thanks for your share Brother

Yonz

--- On Sat, 11/29/08, kholid muslih wrote:
From: kholid muslih 
Subject: Re: -=Info PMIK=- Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut
To: infopmik@yahoogroup s.com
Date: Saturday, November 29, 2008, 6:14 AM

Mas Andy yang juga saya hormati

Walaupun banyak catatan yang ingin saya sampaikan berkenaan dengan postingan antum, tapi baiklah kita lupakan yang lalu dulu, kita buka lembaran baru.

Saya sepakat dengan antum untuk memfokuskan diskusi kita.ke masalah parpol lebih khusus keterlibatan Mahasiswa dengan Parpol. 

sekarang saya ingin mengajukan pertanyaan terlebih dahulu:
1- Menurut antum apa makna independensi ? dan apa tujuan indenpendensi mahasiswa ?. 2- Apa yang persepsi antum tentang parpol, dan apa masalahnya jika mahasiswa berafiliasi dengan sebuah parpol tertentu ?

mungkin itu dulu, saya tunggu jawabannya.

jabat erat selalu,
chaled_ms

madrasahduat. blogspot. com
catatan tak bertepi
layari hidup penuh arti

--- On Sat, 11/29/08, Andy Hariyono wrote:
From: Andy Hariyono 
Subject: Re: -=Info PMIK=- Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut
To: infopmik@yahoogroup s.com
Date: Saturday, November 29, 2008, 11:26 PM

Baik lah Mas Kholid...

Independensi sederhananya kemandirian, mengenai tujuannya sangat jelas, agar di setiap gerakannya, mahasiswa tidak ditunggangi oleh kepentingan pihak tertentu. Dari sini terlihat kebebasan mahasiswa baik secara berfikir (akademis) maupun pergerakan.

Bagi saya sendiri, parpol merupakan kendaraan politik konstitusional di Negara kita, ia memiliki peran yang strategis untuk melakukan sebuah perubahan terkait dengan pemerintahan, dan ia adalah lembaga yang dibentuk sebagai media/jalan untuk berkuasa -tentunya untuk melakukan perbaikan-, juga parpol adalah milik masyarakat yang difungsikan menjaring aspirasi serta keinginan masyarakat.

Mengenai mahasiswa berafiliasi degan sebuah parpol tertentu, sah-sah saja, karena itu merupakan hak normatif sebagai warga negara, yang penting dia harus punya idealisme yang kuat sehingga tidak mudah tergoyang dengan kepentingan pemilik modal. Tapi lebih baik jangan terlebih dahulu, Kenapa? karena dia harus punya independensi agar mandiri dan tidak tergantung.

Mahasiswa itu dikenal sebagai agent of chenge dan "pembela kepentingan" rakyat dengan nurani, maka dari itu sebaiknya mahasiswa menghindari partai yang syarat dengan kepentingan golongan dan memecah belah umat.

Yonz

--- On Mon, 12/1/08, kholid muslih wrote:
From: kholid muslih 
Subject: Re: -=Info PMIK=- Teologi Al Ma'un & Mahasiswa Pengecut
To: infopmik@yahoogroup s.com
Date: Monday, December 1, 2008, 3:56 AM

Terima kasih mans andy atas jawabannya. ....

Saya mencoba menyimpulkan persepsi antum dalam poin berikut (mudah-mudahan tidak salah).

Mahasiswa harus independen, mandiri dan tidak tergantung dan untuk independen, mandiri dan tidak tergantung, sebaiknya jangan berafiliasi ke parpol tertentu, karena dua hal: 1- Karena berafiliasi ke parpol berarti tidak mendiri dan tergantung. 2- karena parpol Syarat dengan kepentingan golongan dan memecah belah umat.

Sebagai pembuka diskusi ini, perlu saya ajukan pertanyaan mendasar yaitu Bagaimana mengukur indenpendensi mahasiswa, apa ukurannya dan apa standarisasinya ? lalu apakah dengan berafiliasi ke parpol otomatis mahasiswa menjadi tidak independen ?

Menurut saya, standarisari idendnpendensi tidak bisa diukur hanya dengan tidak berafiliasi. Indenpendensi adalah mental ettitude, semangat dan karakter. Oleh karena itu mungkin ada dimana saja dan pada siapa saja, dia tidak mengenal batas. Seperti halnya zuhud. Zuhud itu tidak hanya terjadi bila seseorang keluar dari dunia dan meninggalkannya, namun bisa terjadi pada seorang yang justru berada pada pusat dunia itu sendiri. Bahkan seorang yang kaya dan memiliki materi yang melimpah ruah, namun tetap menjadikan harta itu ada di tangan, bukan ditangannya, maka kezuhudannya lebih tinggi dari zuhudnya orang-orang yang lari dari dunia, karena takut akan terseret ke pusarannya.

Demikian pula independensi, seorang bisa saja tidak berafiliasi ke mana-mana, tapi justru dia menjadi orang yang tidak independen, karena bisa dibawa ke kiri dan ke kanan, dan kemana angin bertiup, atau kemana udara berhembus. Bahkan digambarkan oleh Alquran sebagai orang linglung yang tidak bersama si fulan dan tidak juga bersama si fulan. (laa ila haaulaa' walaa ila haa ulaa). Itu sifat orang munafik.

Untuk itu, berafiliasi ke sebuah organisasi tertentu atau bahkan ke Parpol, tidak kemudian serta merta menjadikan mahasiswa menjadi tidak independen. Karena tabiat mahasiswa berbeda dengan masyarakat awam, berbeda karena tingkat intelektual dan sikap kritisnya. Dia tetap mungkin bisa kritis, tetap istiqomah sekalipun ia berafiliasi kepada parpol atau organisasi tertentu. Walaupun seorang yang telah berafiliasi tidak bisa keluar dari frame umum parpol atau organisasi tertentu. Itu soal lain, itu adalah konsekwensi dari sebuah pilihan. Maka dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah memilih parpol dan organisasi yang memiliki frame umum yang baik dan muktabar bukan yang masybuh dan dhool wa mudhill.

Jadi apa standarnya ? menurut saya standar baku dalam indenpendensi adalah loyalitas total terhadap kebenaran yang telah menjadi kesepakatan umum masyarakat pada umumnya.

Kebenaran umum ini bisa diraih dan dicapai oleh siapa saja dalam posisi apa saja. Jika semua menuju titik ini maka keberagaman afiliasi itu tidak menimbulkan bahaya. Dan tidak serta merta menggerus independensi, Asal tidak dirasuki oleh fanatisme kelompok. Upaya kerja keras untuk menuju titik kebenaran inilah yang disebut dengan fastabiquull khairaat. Dan ini merupakan anjuran terpenting al-Quran, karena ini merupakan konsekwensi logis bagi sunnatullah yang menjadikan pluralitas dalam segala hal di dunia ini.

Baik, bukankah parpol sangat syarat dengan fanatisme. Jawabnya fanatisme juga merupakan mental ettitude, yang bisa berada dimana-mana, sampai pada seorang diri. Firaun menjadi contoh nyata disini, walaupun dia seorang diri, tapi sangat fanatik terhadap diri sendiri (kalo tidak keberatan, mas andy bisa iseng-iseng melihat tulisan saya di blog saya yang sangat mutawadhi', judulnya: Diktatorisme dan otoritas penafsiran).

Jadi sangat memungkinkan bagi mahasiswa untuk memiliki independensi walaupun ia memiliki afiliasi, kemanapun saja, termasuk ke parpol.

Kalo kita mengambil mentah-mentah apa yang antum sampaikan, maka maka semestinya antum juga berkata NO, terhadap afiliasi mahasiswa terhadap organisasi mamapun. No untuk mahasiswa yang berafiliasi ke NU, Ke Muhammadiyah, Ke Perses, ke ICMI, ke Wasliyah ke JIL, ke INSISt, bahkan almamater yang ada disini itu juga harus kita katakan NO. Pertanyaannya adalah kenapa kepada semua afiliasi itu mas Andy YES, tapi kepada Parpol berkata NO. Ini standar ganda.

Mungkin jawabannya, kareana parpol berbeda dengan afiliasi-afiliasi tersebut, bedanya parpol sangat syarat dengan kepentingan golongan dan memecah belah umat. Thayyib ya sidi .... bukankah setiap organisasi itu juga memiliki kepentingan, ya sayyidi ?. baik lebih jelas lagi. Saya gambarkan bagini. Bukankah Muhammadiyah, juga memiliki afiliasi ke Parpol tententu baik PAN maupun PMB. Bukankah NU dan warganya memiliki afiliasi ke Parpol tertentu, seperti PKB atau PKNU. Ma rakyuka ya sidi ...?

Baik lebih jelas lagi, bukankah mahasiswa yang mengaku independen itu dan tidak berafiliasi ke ormas atau parpol manapun, juga menyimpan segepuk ambisi pribadi ? ingin tampil, ingin di puji, ingin disanjung dan juga ingin berkuasa.

Seakan-akan didunia ini hanya parpol yang memiliki kepentingan, dan syarat dengan kepentingan, sementara yang lainnya maksuuuum dari kepentingan !!!! seakan orang-orang parpol itu syaitanurrajiiiim dan orang-orang non parpol itu malaikah muqarrobuun .....

Intinya ya sayyidi Andy ..... kepentingan ada dimana-mana, dan berada dimana-mana, fanatisme juga ada dimana mana, baik berafiliasi ke parpol atau ke organisasi tertentu, atau tidak berafiliasi kemanapun. dan semua itu bisa dihindarkan bila kita tetap berafiliasi kepada kebenaran dan obyektifitas (kejujuran dan ketulusan, serta adil dalam melihat sesuatu, tdaik fanatik) dan secara terus menerus ingin mencapai kebenaran abadi dari yang maha abadi, lalu usaha yang dilakukan oleh siapapun dari golongan manapun untuk mencapai tujuan-tujuannya, asalkan berbekal diri pada hal-hal yang saya sebutkan maka ia tetap bisa menjadi independen. Dan itulah yang disebul oleh Al-Quran dengan Fastabiqul Khaoiraat. .

Terakhir, Menurut saya, silakan Mahasiswa berkiprah di mana saja mau di ormas, parpol, atau independen (tidak ke mana-mana) yang penting saling fastabiqul khairat, tidak saling memakan kawannya sendiri, saling menjatuhkan dan saling menindih.

Mungkin ini dulu mas Andy, Saya sangat berbahagia bisa sharing dengan antum. Semoga semakin mempererat hubungan silaturahmi kita. Kapan-kapan makan bakso Ponorogo di rumah saya ... Hayyi Tsamin. He... he... he ....

Salam
Chaled_ms
Madrasahduat. blogspot. com
Catatan tak bertepi
Layari hidup penuh arti

From: Andy Hariyono 

Insya Allah saya sempatkan singgah Mas...
Sudah lama tidak bercanda gurau lagi dengan Azzam...

Ok lah, kalau seandainya sikap independensi seperti pemahaman yang Mas Kholid sampaikan, saya setuju terlebih jika Mahasiswa itu berafiliasi kepada kebenaran dan obyektifitas (kejujuran dan ketulusan, serta adil dalam melihat sesuatu, tidak fanatik).

Namun, masih ada beberapa persoalan yang perlu klarifikasi di sini. Mengenai NU dan Muhammadiyah, benarkah kedua ormas tersebut -secara lembaga- berafiliasi kepada parpol tertentu (?) atau hal ini masih menjadi pembahasan internal mereka, atau malah parpol yang antum sebutkan menimbulkan "konflik" di internal mereka?. Untuk yang ini, bagaimana kalau kita daulah temen-temen NU dan Muhammadiyah Masisir memberikan penjelasan Mas.

Terkait orang-orang parpol Syaithonirrajim dan non parpol Malaikah muqorrobun, tidaklah demikian Mas... sama saja, orang baik dan jahat itu ada di mana-mana. Dan saya pikir, segala sesuatu ada takarannya masing-masing, kepentingan parpol itu berbeda takaran dengan kepentingan ormas, apalagi kepentingan pribadi. karena kepentingan parpol inilah yang membuat saya berbeda pendapat dengan antum mengenai sikap mahasiswa terhadap parpol. Maka dari itu saya lebih condong ke tidak ikutnya mahasiswa ke parpol terlebih dahulu kecuali dia sudah memiliki idealisme yang kuat.

Saat ini, parpol adalah sarana yang syah untuk menjadi pemerintah di Indonesia. Bagi saya, Parpol bukan permainan yang siapa saja bisa masuk seenaknya. Karena pemerintahan adalah tempat yang sangat strategis, sebaiknya mahasiswa mempersiapkan diri dahulu untuk Memimpin di masa mendatang. Jika sudah siap menjadi pemimpin bangsa maka, masuklah ke jalan yang sudah di gariskan oleh konstitusi (parpol). Agar parpol dan parlemen tidak di isi oleh orang-orang pinter yang "minteri" lagi korup. 

Suatu saat... jikalau rakyat sudah tidak percaya lagi dengan parpol...
maka bisa jadi calon independent akan goal hingga tahap Pilpres sekalipun...
ah.. sekedar ngelantur Mas...

Yup Mas Kholid, Mohon doanya, Imtihan on Desember 27,2008.
Bakso PO..., untuk yang ini jangan salahkan saya kalau banyak testimoni nantinya....
heheheehe...

Keep^iN^toucH

YonZ 




Bookmark and Share