Oleh: Andy Hariyono, Lc. M.Ag*
Turunnya Al-Quran atau Nuzūlu’l Qur’ān ke muka bumi tidaklah
seperti kitab-kitab sebelumnya yang turun sekaligus, namun ianya turun secara
bertahap. Banyak riwayat yang menerangkan bahwa Al-Quran pun turun sekaligus,
namun tidak di muka bumi ini, melainkan di langit dunia. Istilah langit dunia
ini muncul ketika menerjemahkan riwayat Ibnu Abbas yang berbunyi “…as
Samā’I’d Dunyā”. Pertanyaannya, kenapa turunnya Al-Quran harus bertahap
tidak sekaligus?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, terdapat beberapa ayat
Al-Quran yang menerangkan tentang turunnya Al-Quran. Diantaranya ia diturunkan
di bulan Ramadan (QS. Al-Baqarah [2]:185), di malam penuh keberkahan (QS. Ad
Dukhān [44]:3), di malam Al-Qadr (QS. Al-Qadr [97]: 1—3) dan di Lauhu’l
mahfūdz (QS. Al-Buruj [85]: 22). Keterangan Al-Quran ini tentu belum cukup
untuk menjelaskan turunnya Al-Quran. Jika
hanya membaca ayat-ayat tersebut, akan timbul kesan bahwa Al-Quran turun
sekaligus, dan itu bertentangan dengan fakta sejarah yang mengatakan bahwa
Al-Quran turun secara bertahap selama dua puluh tiga tahun.
Kesan itu pernah terjadi
dan membingungkan Athiyah bin Aswad, sebagaimana dalam riwayat Ibnu Abi Hatim
dan Ibnu Mardiwaih, yang bertanya kepada
Ibnu Abbas r.a. tentang kebingungan dalam benak Athiyah terhadap turunya
Al-Quran di bulan Ramadan QS. Al-Baqarah [2]: 185) dan di malam Al-Qadr (QS.
Al-Qadr [97]: 1). Padahal, ujar Athiyah, Al-Quran
pernah turun di bulan Syawal, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan bulan
yang lain. Ibnu Abbas pun menjawab, “Al-Quran itu turun sekaligus di bulan
Ramadhan tepatnya malam Al-Qadr (lailatu’l Qadr), dan di malam yang
penuh keberkahan. Kemudian turun secara bertahap di sepanjang bulan dan hari.
Dari riwayat di atas, ulama membagi fase turunnya Al-Quran sebagai
berikut.
1)
Turun di Lauhu’l Mahfudz. Imam Abu Hayan dalam tafsirnya
menuturkan bahwa Lauhu’l Mahfudz adalah tempatnya segala sesuatu.
2)
Dari Lauhi’l Mahfudz turun sekaligus ke Baitu’l Izzah
di langit dunia sebagaimana riwayat Ibnu Abbas tersebut.
3)
Dari Baitu’l ‘Izzah turun ke Nabi SAW secara bertahap selama
kurun waktu dua puluh tiga tahun.
Kembali ke pertanyaan di awal, kenapa harus turun bertahap? Prof.
Dr. Nurudin Itr, seorang ahli hadits asal Syiria mengatakan,
tidak ada riwayat pasti yang menjelaskan rahasia diturunkannya Al-Quran kepada
Nabi SAW secara bertahap. Namun demikian, banyak pengkaji yang menelaah dan
menemukan hikmah di balik itu semua. Diantaranya,
1.
Dengan datangnya ayat selama dua puluh tiga tahun secara
berangsur-angsur sangat berpengaruh terhadap bertambahnya kemantapan dan
kekuatan hati Nabi SAW untuk menyampaikan risalah Ilahi. Misalnya, Ketika
kesedihan menimpa, turun ayat yang melipur, pun demikian dengan sebaliknya, ketika kondisi kegembiraan melampau jiwa para sahabat, turun ayat
sebagai pengingat, sehingga Al-Quran sepanjang waktu menjadi alat ukur dalam
meneguhkan pendirian Nabi SAW.
2.
Sebagai jawaban atas aneka persoalan semasa Rasulullah SAW
menyampaikan risalah dakwah.
3.
Untuk mempermudah umat Islam, termasuk di masa itu, dalam menerima
Al-Quran. Misalnya, sebagaimana disampaikan Imam Maki bin Abi Thalib dalam kitabnya
“An-Nāsikh dan al-Mansūkh”, seandainya Al-Quran turun sekaligus di masa itu, tentu banyak
orang akan meninggalkannya, karena berhadapan dengan perintah dan larangan yang
beragam secara langsung.
4.
Sebagai peringatan terhadap siapa saja bahwa Al-Quran adalah
Mukjizat. Hal ini sangat tampak bagi mereka yang benar-benar memperhatikan
turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur sehubungan dengan peristiwa yang
terjadi. Itupun setiap ayat tidak turun beraturan sebagaimana rapinya urutan
ayat mushaf Al-Quran yang ada sekarang, namun demikian, peletakkannya
benar-benar sesuai dengan perintah Allah dan tersusun sangat rapi sebagaimana
Al-Quran saat ini.
Demikianlah beberapa hikmah dari turunnya Al-Quran, sebagai
renungan, penulis nukilkan firman Allah swt berikut, “Katakanlah: "Al
Quran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di
bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS.
Al-Furqān
[25] :6).
*Penulis adalah Guru Ngaji dan Pengajar Tafsir
di Griya Quran Al-Madani Bukit Siguntang.
Webblog: www.go-cathar.blogspot.co.id
No comments:
Post a Comment