I.
Pendahuluan
Bismillah.
Berpindahnya Rasulullah Saw ke sisi Sang Khalik meninggalkan beberapa tugas
(amanah) kepada umat Islam, terutama dua hal yang sangat berkaitan dengan
kehidupan dunia dan akhirat kelak; Al-Quran dan Sunah. Karena kedua warisan Nabi
Saw tersebutlah yang nantinya diterima umat Islam dengan berbagai sudut pandang
yang berbeda, sehingga timbul perbedaan ijitihad dalam memahami agama.
Sebagai
misal sederhana perbedaan termaksud ialah; Di ranah akidah kita mengenal adanya
pembagaian tauhid menjadi uluhiyah, rububiyah, asma dan sifat, namun di lain sisi
terdapat ulama yang berpandangan tidak perlunya pembagian tersebut; Di ranah
fikih kita mengenal paling tidak empat imam mazhab fikih yang berbeda pendapat
dalam menggunakan dalil syar’i; Dan perbedaan-perbedaan yang lain.
Diawali
dengan perbedaan cara pandang terhadap kedua perangkat itulah muncul berbagai
kelompok, sekte, atau golongan yang berbeda pula dalam tubuh umat Islam. Sebagai
contoh, muncul diantaranya; Sunni, Syiah, Muktazilah, Khawarij, Jabariyah,
Qodariyah dan lain sebagainya.
Pada
kesempatan kali ini, penulis hanya akan menyinggung salah satu bagian dari
golongan yang tersebut di atas, yaitu Syiah. Agar lebih terarah diskusi ini
nantinya, ijinkan penulis memberikan gambaran sederhana mengenai: 1) Sejarah
munculnya Syiah. 2) Tokoh-tokoh Syiah. 3) Sekte-sekte Syiah serta
ajaran-ajarannya. 4) Buku-buku Syiah.
II.
Sejarah Munculnya Syiah
Agar
mempermudah kita untuk mengenal ajaran Syiah, sebaiknya kita mengetahui terlebih
dahulu mengenai sejarah munculnya istilah “syiah” itu sendiri. Karena dengan
mengetahui latar belakang berdirinya suatu pembahasan, berharap dapat membantu
dalam memahami objek pembahasan termaksud.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia[1]
versi Kementrian Pendidikan Nasional Indonesia, sejarah ialah; 1. asal-usul
(keturunan) silsilah; 2. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada
masa lampau; 3. Pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang
benar-benar terjadi di masa lampau. Adapun “Syi’ah” berasal dari bahasa arab
yang berarti pengikut, sehingga
belakangan istilah Syiah ini identik dengan nama sebuah kelompok dalam Islam
yang mendukung (pengikut) Imam Ali r.a.
Merujuk
pengertian di atas, penulis hendak menyajikan di awal pembahasan ini mengenai
asal-usul munculnya istilah Syiah. Dalam artian, sejak kapan Syiah menjadi nama
sebuah kelompok dalam umat Islam?
Menjawab
pertanyaan itu, penulis hendak mengajak pembaca yang budiman untuk merunut
kembali ingatan mengenai sirah nabawiyah dan para sahabat r.a.
Pada
awal pertumbuhan Islam, al-Quran memerintahkan manusia untuk beriman kepada
Allah Swt, para malikat, rasul-rasul a.s, kitab-kitab, hari akhir juga takdir.
Kesemua perintah tersebut diterima para sahabat r.a dengan lapang dada dan tanpa
banyak tanya. Panggilan keimanan atau dalam istilah lain akidah ini merupakan
seruan yang sangat dominan dalam al-Quran hingga surat terakhir turun. Hal
tersebut tampak dalam al-Quran dimana ayat-ayat yang turun berkenaan dengan
hukum syar’i tidak lebih banyak dari 600 ayat, sedangkan sisanya al-Quran berbicara
mengenai akidah dan perangkat-perangkatnya.
Sedangkan
Nabi Muhammad Saw menyampaikan dan menjelaskan wahyu al-Quran yang turun
seperlunya saja, termasuk menjawab pertanyaan para sahabat r.a seputar wahyu.
Dan yang lebih unik lagi, Nabi juga menjawab melalui wahyu mengenai beberapa
pertanyaan kaum Musrik (politeis) maupun para Ahli Kitab. Sehingga setelah misi
ketauhidan sudah sempurna dipahami dan dimengerti oleh para sahabat r.a, Allah
Swt pun memindahkan Baginda Saw ke sisi-Nya.
Sampai
di sini, umat Islam masih berada di bawah bendera kesatuan umat, hingga masa
Abu Bakar Sidiq r.a. berakhir. Dan istilah Syiah sebagai sebuah kelompok pun
belum terdengar pada saat itu.
Memang
pernah terjadi konflik agama di masa Abu Bakar Sidiq r.a berupa pemurtadan dan
penolakan atas pembayaran zakat, namun Khalaifah pertama pengganti Rasulullah
Saw ini langsung menindak tegas mereka sehingga tidak ada lagi konflik kesatuan
umat, sampai Islam tersebar luas di masa Umar bin Khottab r.a.
Setelah
masa kedua khalifah –radiyallahuanhuma-
diatas, muncullah oknum pembunuh Si Pemilik dua Cahaya, Utsman bin Affan r.a
(35 H). Setelah terjadi pembunuhan khalifah ketiga umat Islam inilah, mulai
beruntut kejadian-kejadian pemecah belah umat hingga Perang Jamal (36 H) dan
Perang Siffin (37 H) pun tak terelakkan. Setelah peperangan, pasukan khalifah
Ali r.a terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu; Kelompok Syiah yang memandang
bahwa Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah Saw;
Kelompok Khawarij yang menjadi problem sosial baru kala itu; dan Kelompok
Murjiah yang menyerahkan segala pertikaian kepada Allah Swt.[2]
Dari
sana dapat kita temukan munculnya istilah “Syiah” yang dinisbahkan kepada
kelompok pendukung khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. Perlu dipertimbangkan juga,
banyak perbedaan pendapat ahli sejarah mengenai sebab munculnya kelompok Syiah
ini, tidak cukup dengan uraian di atas.
Diantaranya,
ada pendapat yang mengatakan bahwa munculnya Syiah merupakan pengaruh dari
tradisi di Persia yang memuliakan raja, sehingga hal tersebut ditransformasikan
kedalam Islam untuk mengagungkan para imam ahlu’l
bait (Keluarga Rasulullah Saw). Ada juga yang berpandangan bahwa Syiah
muncul karena adanya sempalan oknum Yahudi bernama Abdullah bin Saba’, yang
berpura-pura masuk Islam hanya karena ingin memecah belah umat.[3]
Namun,
Abdul Halim Mahmud, yang di masa hidupnya pernah menjabat sebagai Syaikh
Al-Azhar, membantah pernyataan di atas dengan mengatakan bahwa, kemunculan
Syiah bahkan jauh sebelum Abdullah bin Saba’ atau pengaruh Persia bersinggungan
dengan Islam. Hal tersebut tampak pada personalitas Ali bin Abi Thalib r.a
sendiri maupun hubungannya dengan Nabi Saw[4],
bahkan sebelum risalah Islam (wahyu) diturunkan.
Sehingga,
masih menurut Abul Halim Mahmud, pada awalnya “Syiah” hanyalah rasa cinta
terhadap ahlul bait (keluarga Rasulullah Saw) semata, sebagaiamana cintanya
sahabat Salman Al-Farisi r.a kepada ahlu’l
bait. Kemudian rasa cinta tadi berkembang menjadi kasihsayang yang
berlebihan tatkala para Ahlul Bait tidak mendapatkan kedudukan yang semestinya
di masyarakat, dan setelah itu syiah pun menjadi berlebih-lebihan, hingga
menjadikan nash agama sesuai dengan kehendaknya, dan menjadi sebuah kelompok
yang kita kenal sekarang. Dengan demikian, Syiah lahir secara alamiah dan
berkembang secara alamiah pula.[5]
Sedangkan
Ali Sami Nasyar menyinggung istilah “Syiah” secara bahasa muncul pasca
syahidnya khalifah Utsman bin Affan r.a, yakni ketika khalifah keempat umat
Islam ini menyatakan bahwa pengikutnya adalah “syiah”. Akan tetapi, di saat
yang sama pula, Muawiyah yang pada masa itu berselisih dengan Ali r.a juga
menamakan pengikutnya dengan sebutan “syiah”[6].
Hal ini menunjukkan bahwa istilah “syiah” pada waktu itu hanyalah penyebutan
secara bahasa saja, belum menjadi sebuah kelompok (mazhab) keagamaan.
Istilah
“syiah” menjadi nama sebuah kelompok keagamaan muncul pasca syahidnya Husain
bin Ali bin Abi Thalib. Dimana sebelumnya terkenal dengan nama aS-Syiah al-Husainiyah yang nama
tersebut dipopulerkan oleh Almukhtar bin Abi Ubaid Atsaqofi. Dan juga pada saat
itu banyak pengikut Almukhtar di Kufah.
Di
kufah inilah, sepeninggalan Almuktar bin Ubaid Atsaqofi, kata “syiah” menjadi
sebuah nama bagi sebuah mazhab ilmu kalam di tengah-tengah umat Islam dan
meletakkan dasar-dasar ajaran Syiah walaupun belum sempurna, karena hal
tersebut mulai menjadi satu ajaran yang utuh di masa Imam Ja’far As-Sodiq.[7]
Melihat
perbedaan mengenai munculnya Syiah di atas, setidaknya dapat kita simpulkan
bahwa kemunculan Syiah, terlepas secara bahasa maupun kelompok, sudah kita
kenal di era awal umat Islam ini. Dan berkembang hingga menjadi sebuah paham
kelompok dalam agama Islam yang kita ketahui sekarang.
III.
Tokoh-Tokoh Syiah
Tokoh
secara bahasa adalah; 1. Rupa (wujud dan keadaan); macam atau jenis; 2. Bentuk
badan; 3. Orang yang terkemuka dan kenamaan; 4. Pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama[8].
Adapun tokoh yang penulis maksud di sini ialah, orang yang terkemuka dan
kenamaan dalam kelompok Syiah.
Mengingat
banyaknya kelompok-kelompok di dalam paham Syiah sendiri, menjadikan tokoh-tokoh
yang ada pun sangat beragam. Perlu diketahui sebelumnya, bahwa penulis hanya
memaparkan nama-nama tokoh yang sering di sebut dalam kajian Syiah di beberapa
buku, bukan berdasarkan tahun ataupun kelompok-kelompok yang ada di Syiah itu
sendiri. Sehingga para pembaca dapat merujuk ke buku-buku bacaan tersebut
nantinya, dan membandingkan dengan buku yang lain, bahwa setiap pengkaji Syiah,
setidaknya tidak terlepas dari nama-nama itu.
Menurut
Abu Hasan Al-Asyari adalah, Bayan bin Sam’an, Abdullah bin Muawiyah bin
Abdullah bin Ja’far, Abullah bin Amru bin Harb, Almughiroh bin Sa’id, Abu
Mansur Al’Ijli, Abu Khitob bin Abi Zainab, Muhammad bin Alhanafiyah, Abu Karb Ad
Doriri, dll.[9]
Adapun
beberapa tokoh yang disebutkan oleh Abdul Qohir Al-Baghdadi dalam kitabnya Al-farqu
baina’l Firoq ialah; Abil Jarud Ziyad bin Abil Ziyad, Sulaiman bin Jarir
Azzaidi, Hasan bin Solih bin Hay, Almukhtar bin abi Umaid Atsaqofi, Abu Kamil,
Muhammad bin Ali (Al-Baqir), Yahya bin Syamith, Ammar, Ismail bin Ja’far, Musa
bin Ja’far, Hisyam bin Hakam, Hisyam bin Salim Aljawaliki, Yunus bin
Abdirrahman Al-Qumi, Muhammad bin Nu’man Arrafidli.[10]
Lain
dari kedua tokoh di atas, Muhammad Mahdi Almusawi Alasfahani Alkadzimi pun
menulis buku yang berjudul, Ahsanul Wadi’ah Fi Tarojum Asyhuru Masyahiri
Mujtahidi As’Syiah, yang berisikan kumpulan nama-nama tokoh Syiah,
diantaranya; Sayid Shodiq bin Sayid Hasan Alhusaini (1209 H), Sayid Ahmad bin
Sayid Muhammad bin Sayid Ali Alhusaini Albaghdadi (1215 H), Sayid Dildar Ali
Alhindi (1235 H), Allamah Mirza Muhammad bin ‘Inayat Ahmad Khan Alkasmiri
Ad’Dehlawi (1235 H), Sayid Haidar Alhasani Alkadzimi, Sayid Ahmad bin Sayid
Haidar Alkadzimi, Sayid Murtadho Ali Sayid Haidar Alkadzimi, Sulthonu’l Ulama
bin Sayid Dildar, Sayid Muhammad Baqir bin Sulthonu’l Ulama, Sayid Ali Akbar
bin Sulthoni’l Ulama, Alhaj Sayid Asadullah Alasfahani, Sayid Ibrahi At
Taba’tabai, Sayid Abid Husain Alhindi, Syaikh Muhammad bin Ali bin Ja’far
Kasyifi’l Ghitho, Mirza Muhamad Hamdani Alkadzimi, Mirza Muhammad Husain As’
Syahratani, Mirza Muhamad Hasan As Syairozi, Syaikh Muhammad Ali Alqumi, Syeikh
Muhammad Kadzim As’ Syairozi, Muhammad Ali An Nakhjawani dan yang lainnya.
IV.
Sekte
(Mazhab) Syiah dan Ajarannya
Kata
sekte dalam bahasa Indonesia berarti kelompok orang yang mempunyai kepercayaan
atau pandangan agama yang sama, yang berbeda dari pandangan agama yang lebih
lazim diterima oleh penganut pandangan agama tersebut: Mazhab.[11]
Sedangkan
dalam bahasa arab, banyak kata yang mewakili kata sekte, diantaranya; قزقة (firqoh), حزب (Hizb), مذهب (Madzhab),
dan طا ئفة (Thoifah). Namun dalam buku-buku berbahasa
arab, nama firqoh sering dinisbahkan kepada kata Syiah, Khawarij,
Mu’tazilah dan lain sebagainya. Sebaliknya, sangat jarang (?) kita mendengar
kata firqoh Syafi’iyah, firqoh Malikiyah, firqoh Hanafiyah dan yang lainnya.
Apakah itu berarti ada penggunaan khusus untuk padanan
keempat kata di atas? Masih perlu penelitian.
Di dalam Syiah sendiri terdapat banyak kelompok yang
hampir tidak dapat diditeksi jumlahnya,[12] Kesemua
pembagian itu terjadi karena perselisihan mengenai hal kepemimpinan.[13] Namun
demikian, mungkin pembagian Syiah versi Abdul Qohir Albaghdadi (429 H/1037 M)
menjadi empat bagian[14], dalam
kitabnya Al-Farqu baina’l Firoq, dapat membantu kita memahami perkembangan
Syiah hingga saat ini. Keempat Syiah termaksud ialah:
1. Syiah Zaidiyah
2. Syiah Imamiyah
3. Syiah Kaisaniyah
4. Syiah Ghulat
Kesemua kelompok di atas, kecuali Kaisaniyah dan
Ghulat, terbagi lagi menjadi beberapa bagian, dan setiap bagian-bagian dari kelempok
tersebut saling mengkafirkan antara satu dengan yang lainnya. Adapun Syiah
Ghulat, dalam hal ini tidak termasuk dalam katagori bagian dari umat Islam.[15]
Sedangkan Syiah Imamiyah dan Zaidiyah masih terhitung dalam katagori umat
Islam.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad
Husain Ali Kasyif Al Githa’, bahwa Syiah Imamiyah, yakni Syiah yang tersebar di
Irak, Iran, India, Siria, dan Afganistan “berlepas diri” dari (paham) mereka.[16]
Bahkan Imam besar Universitas Al-Azhar, Syekh Abudul Halim Mahmud memaparkan
penelitian Muhammad Husain tersebut mengenai Abdullah bin Saba’, seorang Syiah
yang dinyatakan sesat oleh pengikut syiah.
“Adapun Abdullah bin Saba’yang disebut bagian dari
Syiah, maka ini buku-buku (Syiah) yang kesemuanya menghujat Abdullah bin Saba’,
dan berlepas diri darinya. Bahkan kalimat paling sopan (yang disematkan untuk
Abdullah bin Saba’) dalam buku-buku Rijal (Syiah) ialah kata ‘laknat’.[17]
Selanjutnya,
berikut pembagian Syiah menurut Albaghdadi di atas.
1.
Syiah
Zaidiyah
Zaidiah
adalah nama sekte di Syiah yang mengikuti Imam Zaid bin Ali Zainal Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib r.a. (80 H), dan dikenal lebih dekat dengan Ahlussunah
Wa’l Jama’ah. Ayah Imam Zaid meninggalkannya kala ia berusia 14 tahun,
kemudian kakaknya Muhammad Baqir pun mengasuhnya. Disaat itu, Muhammad Baqir
juga mempunyai anak yang seusia dengan Zaid bernama Ja’far As Sodiq. Sekte
Zaidiyah ini beraggapan bahwa kepemimpinan (imamah) haruslah dari keturunan
Fatimah r.a.[18]
Kabarnya,
Imam Zaid menuntut ilmu dari ayahnya Zainal Abidin dan kepada kakaknya Muhammad
Baqir sepeninggalan bapaknya. Di usianya yang terhitung masih muda ia pun
menuntut ilmu ke Kufah dan Basrah, di Basroh inilah Zaid bertemu dengan Wasil
bin Atho sang pelopor Mu’tazilah.
Diantara
ajaran dari Syiah Zaidiyah adalah, membolehkan pemimpin yang baik walaupun ada
yang lebih baik atau lebih dikenal dengan sebutan “Imamatu’l Mafdlul ma’a
Wujudi’l Afdlal”.[19]
Itu artinya Imam Zaid mengakui kepemimpinan khalifah-khalifah sebelum Khalifah
Ali bin Abi Thalib r.a.
2.
Syiah
Imamiyah
Syiah
Imamiyah adalah Syiah yang meyakini bahwa tampuk kepemimpinan setelah Nabi
Muhammad Saw ialah Ali bin Abi Thalib, dan itu diakui (diyakini) dengan
nash-nash yang ada. Itu artinya, kepemimpinan setelah nabi adalah tauqifi,
sudah ditentukan oleh Nabi Saw. Disebut “Imamiyah” karena “menashkan”
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.[20]
Tidak
semua Syiah Imammiyah merupakan Syiah Imam Dua Belas yang banyak dikenal dewasa
ini.[21]
Syiah Imamiyah sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya; Kalamiyah,
Muhamadiyah, Baqiriyah, Nausiyah, Syamaitiyah, Ammariyah, Ismailiyah,
Musawiyah, Qotiyyah, Itsna Asyariyah, Hisyamiyah, Zuroriyah, Yunusiyah dan
Syaitoniyah.[22]
Namun
demikian, Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah dan Syiah Ismailiyah lebih banyak dikenal
di era ini. Perbedaan diantara keduanya ialah mengenai pemimipin setelah Imam
Ja’far As’ Sodiq. Syiah yang meyakini Musa Alkadzim sebagai imam setelah Ja’far
As Sodiq adalah Syiah Imamiyah Itsna Asyariah, sedangkan Syiah yang meyakini
Ismail sebagai pemimpin Setelah Ja’far As’ Sodiq disebut Syiah Ismailiyah.[23]
Syiah
Imamiyah banyak tersebar di Irak, Iran, India, Siria dan Afganistan, kebanyakan
(?) orang mengecam Syiah dari iran yang beraliran Imam Dua Belas ini. Namun
Syekh Husen Ali Kasyif Al-Ghito meyatakan bahwa, Syiah Imam Dua Belas mereka
beragama Tauhid dan berlepas diri dari Syiah Ghulat.[24]
Adapun Syiah Ismailiyah banyak tersebar di India, Pakistan, Afrika Selatan dan
Afrika Timur.[25]
3.
Syiah
Kaisaniyah
Kaisaniyah
ialah nama sekte Syiah yang meyakini bahwa kepemimpinan setelah Ali bin Abi
Thalib beralih ke anaknya Muhammad bin Hanafiyah. Para ahli berselisih pendapat
mengenai pendiri Syiah Kaisaniyah ini, ada yang berkata ia adalah Kaisan bekas
budak Ali bin Abi Thalib r.a. Ada juga yang berkata bahwa ia adalah Almukhtar
bin Abi Ubaid yang memiliki nama lain Kaisan.[26]
Diantara
ajaran dari Syiah Kaisaniyah ini ialah, mengkafirkan khalifah yang mendahului
Imam Ali r.a dan mengkafirkan mereka yang terlibat perang Sifin dan Perang
Jamal (Unta), dan Kaisan mengira bahwa Jibril a.s mendatangi Almukhtar dan
mengabarkan kepadanya bahwa Allah Swt menyembunyikan Muhammad bin Hanafiyah.[27]
Sekte
Kaisaniyah ini terbagi menjadi beberapa kelompok, namun kesemuanya kembali
kepada dua paham yang berbeda yaitu: 1. Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah masih hidup. 2.
Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah tiada, dan jabatan kepemimpinan
beralih kepada yang lain.[28]
4.
Syiah
Ghulat
Syiah
Ghulat ialah Syiah yang berlebih-lebihan (ekstrim) dalam memandang Imam Ali bin Abi
Thalib r.a. maupun imam-iman setelah Ali r.a. Mereka memandang para imam
termaksud bukanlah manusia biasa, bahkan Ali bin Abi Thalib r.a disebut mereka
sebagai Tuhan. Hal inilah yang menyebabkan Syiah Ghulat ini dinyatakan keluar
dari bagian umat Islam oleh Albaghdadi, begitu pula Syiah Imam Duabelas menurut
Syekh Husein Ali Kasyif Al Ghito.
Syiah ekstrim ini dapat muncul di dalam syiah-syiah yang sebelumnya,
seperti Zaidiyah, Kaisaniyah dan Imamiyah. Adapun nama-nama mereka diantaranya
ialah Al Khitobiyah, Al Ghorobiyah, Al Ulyaniyah, Al Mukhommisah, Al Bazi’iyah
dan lain sebagainya.
V.
Buku-Buku
Syiah
Berikut
penulis sampaikan beberapa buku mengenai Syiah yang direkomendasikan oleh Ali
Sami Nasyar dalam bukunya Nasyaatul Fikri
Alfalsafi fi’l Islam (Perkembangan Pemikiran Filsafat dalam Islam). Diantara
buku-buku tersebut ialah; 1. Firoq Syiah
(Sekte-sekte Syiah) oleh Abu Muhammad Alhasan bin Musa An Nubakhti (310 H/ 922
M), buku ini membahas mengenai akidah-akidah Syiah; 2. Al Maqolaat Al Firoq oleh Abu Kholaf Al Asya’ari Al Qumi (300 H); Minhajul Karomah fi Ma’rifati’l Imamah
oleh Ibnu Mutohhar Al Hilli (726 H); Awaili’l
Maqolat fi’l Madzahibi wa’l Mukhtarat oleh Syekh Mufid Muhammad Nu’man (413
H).[29]
VI.
Penutup
Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, semoga uraian sederhana
mengenai Sejarah kemunculan Syiah, Tokoh Syiah, Sekte-sekte di dalam Syiah dan
beberapa buku Syiah di atas dapat mengantarkan ke pengkajian yang lebih
mendalam.
Daftar
Pustaka
Abdul Qohir bin Thohir bin Muhammad
Al-Baghdadi,1995. Alfarqu baina’l Firoq, Maktabah Al-‘Asriyah, Beirut
Abu Su’ud, Solah, 2004. As’ Syiah An
Nasyaah As Syiasiyah wal Aqidah Ad’ Diniyah, Maktabah Nafidah, Giza.
Al Ghito, Muhammad Husain Ali Kasyif, 1990.
Aslu Syiah wa Usuluha, 1990 Daarul Adlwa, Bairut, Libanon.
Al-Asyari, Abul Hasan Maqolatul
Islamiyin.pdf
Ibrahim, 2006.Tuhfatu’l Murid ala
Jauharotu’t Tauhid. Kairo
Mahmud, Abdul Halim, 2006. At Tafkir Al
Falsafi fi’l Islam, Makatabah Iman, Kairo
Musayar, Muhammad Sayid Ahmad, 1997.Alhiwar
baina’l Jamaati’l Islamiyah Daaru’t Toba’ah Al-Muhammadiyah, Kairo.
Nasyar, Ali Sami, Nasya’atu’l Fikri al-Falsafi fi’l Islam. Vol. 2 Daarul Ma’arif
Kairo
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
[1]
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
[2] Imam
Ibrahim bin Ibrahim bin Hasan al-Laqoni, Arjuzatu
Jauharotu’t Tauhid disyarah oleh Imam Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad
al-Bajuri dalam Tuhfatu’l Murid ala
Jauharotu’t Tauhid ditaklik oleh Tim Penyusun dari fakultas Akidah dan
Filsafat Univ. Al-Azhar As- Syarif. hal.7-8 Tahun 2006
[3] Abul Halim
Mahmud, At Tafkir al-Falsafi fi’l Islam. Hal.
96 Maktabah Iman, Kairo. Tahun 2006
[4] Ibid. Hal. 97
[5] Ibid. Hal. 102
[6] Dr. Ali
Sami Nasyar, Nasya’atu’l Fikri al-Falsafi
fi’l Islam. Vol. 2 hal. 32 Daarul Ma’arif Kairo
[7] Ibid. Vol. 2 Hal 35
[8] Kamus
Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia.
[9] Abu Hasan
Al-Asyari, Maqolatul Islamiyin.pdf. Hal. 5
[10] Abdul
Qohir bin Thohir bin Muhammad Al-Baghdadi, Alfarqu baina’l Firoq. 1995
Ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid . hal. 29
[11] Kamus
Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia.
[12] Abdul
Halim Mahmud, Op.Cit.
[13] Prof. Dr. Muhammad
Sayid Ahmad Musayar, Alhiwar baina’l Jamaati’l Islamiyah 1997 hal. 118
Daaru’t Toba’ah Almuhammadiyah, Kairo.
[14] Abdul
Qohir Albaghdadi, Op. Cit. Hal. 21
[15] Ibid.
[16] Muhammad
Husain Ali Kasyif Al Ghito, Aslu Syiah wa Usuluha, 1990 Daarul Adlwa,
Bairut, Libanon.
[17] Abdul
Halim Mahmud, Op. Cit. hal. 103
[18] Solah Abu
Su’ud, As’ Syiah An Nasyaah As Syiasiyah wal Aqidah Ad’ Diniyah, 2004
Maktabah Nafidah, Giza.
[19] Dr. Ai
Sami Nasyar, Op. Cit. hal. 130
[20] Dr . Abdul
Halim Mahmud, Op. Cit. hal. 104
[21] Ibid. Hal.
161
[22] Abdul
Qohir Albaghdadi, Op. Cit. hal. 55
[23] Dr . Abdul
Halim Mahmud, Op.Cit. Hal. 161
[24] Muhammad
Husain Ali Kasyif Al Ghito, Op. Cit. hal. 112
[25] Abdul
Halim Mahmud, Op. Cit. hal.2006
[26] Sholah Abu
Su’ud, Op. Cit. Hal. 158
[27] Ibid. Hal.
158
[28] Abdul
Qohir Albaghdadi, Op. Cit. Hal. 23
[29] Dr. Sami
Ali Nasyar, Op. Cit. hal. 399
No comments:
Post a Comment